Rabu, 09 Oktober 2013

Lagi, SBY Coba Halangi Pencapresan Rizal Ramli?


Kategori: Opini*


[RR1online]:
SAYA teringat pada tahun 2008 silam. Saat itu, mantan Menko Perekonomian DR. Rizal Ramli deras mendapat dukungan untuk dimajukan oleh sejumlah parpol gurem sebagai Capres 2009. Karena sosok seperti Rizal Ramli lah yang dinilai mampu mengangkat kewibawaan dan derajat negeri ini melalui bidang ekonomi.

Sehingga itu, tak hanya parpol gurem yang siap mendukungnya. Rizal Ramli selaku Ketua Umum Komite Bangkit Indonesia (KBI) di kala itu juga mendapat dukungan moril dari sejumlah tokoh nasional ternama, seperti Taufiek Kiemas (alm), Wiranto, Try Sutrisno dan lainnya agar dapat maju merebut kepemimpinan di negeri ini sebagai Capres 2009.

Momen pergerakan KBI yang paling tajam terlihat saat fight dengan SBY selaku presiden. KBI menentang dan menolak keras  kebijakan pemerintah yang tak ingin mencari solusi lain untuk mengatasi persoalan ekonomi negara, selain hanya menaikkan harga BBM. Kebijakan menaikkan harga BBM inilah yang dilawan oleh KBI dengan melakukan aksi demonstrasi bersama rakyat, kalangan intelektual yang berasal dari mahasiswa dan kaum buruh.

Hanya saja, ketika itu Rizal Ramli masih menjabat sebagai Komisaris utama di PT. Semen Gresik. Sehingga, posisi inilah yang boleh jadi dimanfaatkan oleh pemerintahan SBY untuk membenturkan Rizal Ramli dengan BIN beserta Menteri BUMN yang saat itu dijabat Sofyan Djalil melalui dua skenario untuk meng-skak mat Rizal Ramli agar stop diaspirasikan dan tidak lagi berpeluang dimajukan sebagi capres 2009.

Diduga kuat, skenario pertama adalah, Menteri BUMN Sofyan Djalil telah diarahkan oleh SBY agar segera memecat Rizal Ramli dari posisinya selaku Komisaris Utama di PT. Semen Gresik. Alasan pemecatannya sangat aneh, yakni Rizal Ramli dinilai tidak profesional dan tak becus melaksanakan tugas. Padahal, sepanjang sejarah kinerja PT. Semen Gresik,  Rizal Ramli adalah komisaris utama yang mencatat sejarah kinerja paling tinggi di BUMN tersebut.

Di belakangan, seperti dilansir liputan6.com, Sofyan Djalil akhirnya mengakui dirinya yang mengusulkan pemecatan itu. Sofyan mengaku gerah dengan sikap oposisi yang ditunjukkan Rizal Ramli dan dinilai tidak etis.

Memperhatikan pengakuan tersebut, maka sangat jelaslah bahwa Sofyan Djalil sesungguhnya melakukan pemecatan terhadap diri Rizal Ramli adalah hanya bersifat emosional, bukan didasari oleh ukuran peningkatan kinerja yang ketika itu PT. Semen Gresik mengalami kemajuan sangat pesat dibawah pimpinan Rizal Ramli.

Kemudian skenario kedua, dalam keadaan tak punya jabatan strategis lagi, tentu Rizal Ramli dinilai bisa dengan mudah dihambat agar tak maju sebagai Capres 2009, salah satu adalah dengan melaporkan Rizal Ramli dari hasil pengintaian BIN sebagai tersangka kerusuhan unjuk-rasa menentang kenaikan harga BBM.

Dari kedua skenario itulah yang memang kemudian membuat Rizal Ramli telat dan kehabisan waktu untuk bisa maju sebagai Capres 2009. Ya, Rizal Ramli harus dipaksa berhadapan dengan kondisi dirinya yang telah dipecat di BUMN itu , dan pikiran serta tenaganya diseret untuk berhadapan dengan urusan hukum yang menjadikannya sebagai tersangka kerusuhah dalam aksi unjuk rasa 2008 tersebut.

Selama ini, di mata SBY nampaknya, tak ada sosok bakal capres yang patut ditakuti, kecuali Rizal Ramli. Karena menurut pemikiran orang bodoh saja memandang: bahwa manalah mungkin seseorang seperti Rizal Ramli yang sejak bocah sudah yatim-piatu (tak punya kedua orangtua) tetapi kok bisa jadi seorang doktor ekonomi dan mampu menjabat menteri? Dan tak punya parpol, tapi kok bisa jadi tokoh nasional?

SBY boleh-boleh saja mampu mengukur kehebatan ARB, Megawati, Wiranto, Prabowo dan bakal capres lainnya hingga bisa menjadi tokoh nasional, karena punya parpol. Tetapi tidak dengan Rizal Ramli, yang bisa dengan gesit melakukan pergerakan dan perjuangan serta perlawanan meski tanpa melalui parpol.

Sehingga itu, SBY sepertinya tidak ingin memberi peluang sedikit pun buat Rizal Ramli untuk bisa maju dan masuk ke dalam tubuh pemerintahan, apalagi jika ingin menjadi seorang presiden. Sebabnya, sudah pasti Rizal Ramli ketika berada dalam sistem, maka diyakini akan “menghajar” para  pejabat nakal dan akan menutup lubang-lubang tempat “para tikus” yang selama ini melahap duit rakyat.

Makanya, banyak pihak yang menyayangkan mengapa masa jabatan Rizal Ramli dalam kabinet begitu singkat seiring dengan “kemelut politik”,  yang ketika itu sempat merobohkan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Coba kalau Rizal Ramli bisa diberi kesempatan sampai 3 atau 5 tahun saja, maka tentu kondisi ekonomi Indonesia tidaklah serapuh seperti saat ini.

Kiranya itulah SBY, yang selalu menganggap orang seperti Rizal Ramli sebagai sosok yang paling “berbahaya”, sehingga harus diposisikan sebagai lawan. Sampai-sampai “kelompok” Rizal Ramli pun otomatis ikut dipandang sebagai lawan.

Tengok saja, misalnya, Khofifah (kelompok Rizal Ramli) sebagai Cagub Jatim 2013 yang begitu sangat merasakan sengaja dihambat agar tak bisa maju dalam Pemilukada. Dan diduga kuat upaya penghambatan itu sengaja dilakukan oleh kubu pasangan Cagub Karsa yang diusung oleh Partai Demokrat bersama koalisinya.

Dan rasa-rasanya, SBY kembali ingin menghambat dan mematahkan langkah maju Rizal Ramli sebagai Capres 2014. Dalam hal ini tidak lagi melalui Menteri BUMN seperti pada saat Sofyan Djalil pada 2008 silam, tetapi kali ini melalui M. Nuh selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Dengan gaya sedikit diplomasi, M. Nuh mulai menyoroti Forum Rektor Indonesia (FRI) yang telah menyiapkan penyelenggaraan Konvensi Capres Rakyat sebagai konvensi “tandingan” yang biasa dilakukan oleh parpol.

M. Muh yang juga dikenal sebagai salah satu kader PAN itu seakan secara tidak langsung melarang FRI untuk menggelar konvensi capres, karena menurutnya itu adalah urusan parpol. Tetapi M.Nuh nampaknya hanya beda-beda tipis dengan Sofyan Djalil pada 2008 silam, yang sama-sama mengemukakan alasan “emosional” dan kurang rasional.

M. Nuh nampaknya lupa, bahwa FRI adalah tempat berkumpulnya para orang-orang intelektual dari kalangan akademisi, yang sudah pasti memiliki disiplin ilmu yang berbeda-beda, untuk membahas lalu berupaya untuk ikut serta dalam mencari solusi dari seluruh permasalahan yang mencuat di negeri ini, di antaranya masalah ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya.

FRI pasti sangat menyadari, bahwa FRI bukanlah parpol yang bisa mengusung sosok untuk dicalonkan sebagai presiden. Artinya, ia hanya sebatas konvensi, bukan mengusung. Sehingga itu, FRI menamai kegiatannya tersebut dengan menambahkan kata “Rakyat” menjadi Konvensi Capres Rakyat. Penekanannya adalah kata “Rakyat” itulah yang membedakan antara Konvensi Capres Partai…..dan Konvensi  Capres Rakyat.

Konvensi Capres Partai…. bisa saja seluruh yang “mendaftar” sebagai peserta di dalamnya adalah orang-orang yang hanya dinilai secara subjektif dari kacamata politik untuk kepentingan parpol bersangkutan.  Sebab, boleh jadi, di luar dari Konvensi Capres Parpol tersebut ada sosok yang lebih unggul dan tak kalah patutnya untuk “diajukan” oleh rakyat sebagai capres alternatif.

Di sisi lain, Konvensi Capres Parpol, adalah sudah pasti lebih banyak untuk kepentingan parpol yang bersangkutan, bukan parpol lain, apalagi untuk rakyat. Misalnya, Konvensi Capres Partai Demokrat sudah pasti tidak ingin diikuti oleh Wiranto,  Aburizal Bakri, Prabowo, Jokowi, apalagi Megawati. Sementara Konvensi Capres Rakyat bisa diikuti oleh tokoh nasional dari kalangan dan partai mana saja. Dan inilah yang disebut salah satunya dengan partisipasi politik dari FRI, yakni merasa terpanggil sebagai anak bangsa untuk dapat melakukan sebuah PERUBAHAN dari yang tidak baik menjadi sangat baik.

Jadi, saya kira Mendikbud agak keliru menilai FRI. Dan sebagai Mendikbud, M. Nuh tak perlu cemas secara berlebih-lebihan dengan memandang amat kuatir FRI akan terjebak dalam politik praktis. Justru, saya kuatir kepada M. Nuh, yang apabila terlalu menanggapi konvensi rakyat FRI itu akan dapat memecah konsentrasinya sebagai seorang menteri yang diketahui masih banyak persoalan yang belum dituntaskannya.

Sebab menurut saya (penulis), orang-orang yang tergabung dalam FRI pasti bisa memisahkan antara mana tugas dan mana partisipasi sebagai seorang rektor (intelektual) yang juga selaku warga negara. Begitu pula layaknya seorang M. Nuh yang tentu selalu dituntut agar dapat memisahkan mana batasan tugas sebagai menteri dan mana batasan selaku seorang kader parpol.

Sebelumnya, sebagaimana yang dikabarkan, bahwa Mendikbud M Nuh menegaskan agar Forum Rektor tidak terjebak dalam politik praktis guna dukung mendukung calon presiden tertentu. “Jauh lebih bagus menyampaikan persoalan yang sedang dihadapi bangsa, dan sebaiknya ke depan seperti apa. Itu lebih elegan sekaligus menjaga untuk tidak terjebak pada politik praktis,” ujar M. Nuh di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (1/10/2013). Hal itu dikatakan M.Nuh menanggapi pertanyaan wartawan seputar rencana FRI yang akan menggelar Konvensi Calon Presiden. Seperti dilansir oleh Kompas.com.

Statement M. Nuh itu, menurut saya agak tendensius. Dan boleh jadi ia mulai ikut gerah dengan FRI yang telah menyosialisasikan Rizal Ramli sebagai sosok yang dipastikan akan mengikuti Konvensi Capres Rakyat tersebut. Sebagai kader parpol yang melekat di dirinya, di benak M. Nuh bisa jadi terselip pikiran negatif terhadap FRI yang dinilainya telah berani menancapkan “bendera” perlawanan terhadap partai penguasa yang secara kebetulan juga saat ini masih melakukan Konvensi Capres.

Tetapi di sisi bersebelahan, boleh jadi FRI melakukan semua itu adalah sebagai “tanda” bahwa FRI juga mulai gerah dengan kondisi politik di negeri ini yang hanya “ganti kulit” tetapi “mental” tetap sama itu-itu saja, yakni mental korup, penjilat, dan mental konsumtif. Sehingga tak salah jika nantinya FRI menelorkan Tokoh Nasional Pemberani seperti Rizal Ramli, Jokowi dan Mahfud MD sebagai Capres Rakyat 2014. Selanjutnya, terserah apabila parpol akan meremehkan hasil Konvensi Capres Rakyat itu nantinya, maka biarkan rakyat yang akan menentukan pilihannya di Pemilu 2014 yang diprediksi kuat akan lebih memilih untuk GOLPUT jika capres yang dimunculkan oleh parpol hanya tetap pada 4L (Lu..Lu…Lu… Lagi).
****SALAM PERUBAHAN****
---------------

*Sumber: Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar