[RR1online]:
SAAT ini ada dua jenis partai politik (Parpol). Pertama adalah parpol "incumbent" (yang masih sedang menduduki kekuasaan), dan kedua adalah parpol "incoming" (yang baru masuk).
Suasana jelang Pemilu seperti saat ini, seluruh partai politik itu pun nampak sangat sibuk “menjual diri” ke sana ke mari mendekati dan membujuk rakyat.
Semuanya secara serentak dan berlomba-lomba menyerukan “kebaikan” dengan penuh semangat berapi-api, juga mengklaim diri sebagai pihak yang lebih bisa melakukan “Perubahan”, yang diikuti dengan janji-janji manis. Sayangnya, seruan atau klaim seperti itu sudah pernah terjadi pada Pemilu yang sudah-sudah. Dan lihatlah, lalu rasakan sendiri seperti apa hasilnya sekarang...??!!??
Ya... secara keseluruhan, kondisi negeri ini masih sangat jauh dari yang dijanjikan, alias penuh omong kosong. Bahkan negeri ini makin dililit dengan masalah-masalah yang tidak ringan, terutama masalah ekonomi dan keuangan, hukum, serta masalah kedaulatan negara malah semakin parah.
Masalah ekonomi di antaranya adalah nilai Rupiah yang masih melemah; harga kebutuhan hidup sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya masih sangat mahal (tidak seimbang dengan penghasilan rakyat yang masih tergolong rendah); kegiatan impor makin subur; defisit keuangan negara yang terus minus; utang negara yang makin membesar.
Masalah ekonomi di atas kemudian memicu timbulnya masalah hukum dan kriminal, di antaranya, tidak sedikit pejabat negara yang justru berlomba-lomba melakukan korupsi, yang diduga adalah untuk mengamankan diri masing-masing agar dapat terhindar dari “kesulitan” hidup ekonomi. Juga perampokan, pencurian, perdagangan manusia, KDRT kini bahkan makin marak terjadi karena umumnya dipengaruhi oleh himpitan ekonomi.
Sementara itu, wajah hukum kita juga kini dinilai makin menjauh dari rasa ketidakadilan. Misalnya, BNN (Badan Narkotika Nasional) yang telah begitu banyak menghabiskan uang negara dalam upaya memberantas dan melawan penyalahgunaan narkoba karena dapat merusak generasi bangsa, nyatanya kasus Corby “si Ratu Mariyuana” itu bisa berakhir dengan kisah penuh “kebahagiaan”, alias bebas dengan happy-ending. Sementara di sisi lain, sejumlah tersangka teroris yang belum sempat diproses secara hukum (masih dalam operasi pengepungan) justru begitu mudahnya dihilangkan nyawanya.
Mungkin masalah atau hal-hal seperti itulah yang menjadi pemicu timbulnya teroris dan penembakan terhadap sejumlah polisi serta pengrusakan pos polisi belakangan ini. Artinya, kondisi buruk yang terjadi saat ini salah satunya boleh jadi adalah juga akibat dari “ulah” pemerintah sendiri yang dinilai kerap melakukan hal-hal yang bertentangan dengan keinginan rakyat.
Dari masalah ekonomi dan masalah hukum yang selama ini begitu sangat berantakan penanganannya, membuat kewibawaan kedaulatan negara dan bangsa pun menjadi gampang “ditampar” oleh negara lain. Sebut saja misalnya, Malaysia dan Singapura. Kedua negara kecil itu sungguh telah berani merongrong dan melecehkan kedaulatan negara kita. Dan itu artinya seakan-akan Malaysia dan Singapura telah mengetahui banyak titik-titik kelemahan negara kita, sehingga mereka pun memandang Indonesia sebagai negara kerdil yang tak patut lagi dihormati.
Dari semua masalah yang ada seperti yang diurai di atas, maka seperti inikah wujud dari seruan “kebaikan” dan “perubahan” yang pernah diserukan pada Pemilu sebelumnya oleh para parpol yang kini berhasil menduduki posisi di pemerintahan..???
Apapun jawabannya dari pertanyaan di atas: “Ya atau Tidak”, adalah tentu tetap dengan sebuah kesimpulan yang sama, yakni bahwa pemerintah sesungguhnya telah dinilai gagal mengangkat harkat serta martabat kedaulatan ekonomi, hukum, juga derajat sosial bangsa dan negara kita.
Sehingga itu, betapa pun besarnya seruan “kebaikan” dan “perubahan” yang diserukan oleh seluruh parpol (incumbent maupun incoming) jelang Pemilu kali ini, adalah sesungguhnya sudah sangat terlalu sulit untuk bisa kembali dipercaya oleh rakyat. Sebab sejauh ini rakyat sudah terlanjur kecewa dan sakit hati terhadap “ulah” dari parpol incumbent yang hanya cenderung memburu keuntungan untuk kelompoknya masing-masing.
Lain halnya dengan parpol incoming, meski sebagai pendatang baru, tetapi rakyat tentu saja tidak harus serta-merta mempercayainya sebagai parpol yang mampu melakukan perubahan. Sebab, ada beberapa hal yang membuat rakyat untuk tidak langsung percaya kepada parpol incoming, di antaranya adalah:
1. Parpol incoming itu diketahui hanya merupakan “keturunan” (pecahan) dari parpol incumbent;
2. Parpol incoming itu diketahui dipimpin dan dikendalikan oleh figur yang sedang memegang sejumlah bisnis, sehingga jika parpol ini berkuasa, maka dikuatirkan yang lebih dulu diutamakan adalah bisnisnya;
3. Parpol incoming itu juga diketahui dipimpin dan digerakkan oleh figur yang hanya memiliki semangat berapi-api dan modal dana yang cukup besar, tetapi belum memiliki pengalaman berkiprah di dalam sistem kenegaraan, misalnya di pemerintahan. Atau sebaliknya, punya pengalaman tetapi dinilai minim prestasi. Dan lain sebagainya.
Sebetulnya ada cara yang boleh dikata tidak keliru untuk segera ditempuh oleh sejumlah parpol incumbent (tidak termasuk parpol yang sudah rusak karena korup) maupun incoming agar bisa merebut kepercayaan rakyat, yakni adalah dengan “melibatkan” figur independen secara langsung untuk diposisikan sebagai Capres maupun Cawapres.
Figur independen yang dimaksud tentu saja adalah seseorang yang memiliki pengalaman sebagai sosok pegiat perubahan, yang konsisten dan telah teruji sejak dulu aktif berjuang pro-rakyat, dan sejauh ini dinilai mampu melewati berbagai rintangan bukan karena ditunjang dan didukung oleh parpol tertentu melainkan berkat kecerdasan dan kemandiriannya.
Saat ini sejumlah figur independen memang masih bisa ditemui. Namun secara spesifik, sosok yang paling mendekati kriteria sebagai figur independen seperti yang digambarkan di atas adalah hanya DR. Rizal Ramli (RR1).
Rekam jejak Rizal Ramli sejauh ini tak bisa dipungkiri adalah merupakan “sekumpulan kekuatan” yang dapat dijadikan sebuah “modal” utama dalam memudahkan negara ini melakukan langkah perbaikan dan perubahan. Sebab sesungguhnya, rekam jejak adalah juga merupakan gambaran untuk dapat mengetahui sejauh mana ukuran “kualitas” seseorang.
Olehnya itu, jika negara ini benar-benar ingin mewujudkan perubahan (rakyat makmur dan sejahtera dalam ekonomi yang mapan), maka figur independen seperti Rizal Ramli sebagai ekonom senior adalah sosok yang sekali-kali tidak bisa diabaikan, apalagi untuk disepelekan.
Namun apabila figur independen seperti Rizal Ramli nantinya toh akan dikesampingkan oleh parpol, dan rakyat hanya mengelus-elus serta memuja-muja parpol yang mampu mencurahkan uang sebagai kekuatan untuk meraih kekuasaan, maka dipastikan rakyat akan kembali kehilangan kesempatan mendapatkan perubahan sebagaimana yang didambakan selama ini.
Tetapi nampaknya, sejauh ini sejumlah parpol sudah ada yang mulai melirik Rizal Ramli untuk dapat diposisikan sebagai Capres maupun Cawapres pada Pilpres 2014 mendatang. Dan tentu saja hal ini bukanlah langkah keliru, sebab saat ini rakyat pun memang sangat mengharapkan agar ada parpol yang juga bisa mengusung sosok independen untuk dapat dilahirkan sebagai pemimpin di negeri ini. Dan seperti inilah sesungguh selera rakyat..!!!
SALAM PERUBAHAN 2014...!!!
---------
Sumber: KOMPASIANA