Selasa, 25 Februari 2014

Ingin Ikuti Selera Rakyat, "Parpol" Memerlukan Tokoh Seperti Rizal Ramli

[RR1online]:
SAAT ini ada dua jenis partai politik (Parpol). Pertama adalah parpol "incumbent" (yang masih sedang menduduki kekuasaan), dan kedua adalah parpol "incoming" (yang baru masuk).

Suasana jelang Pemilu seperti saat ini, seluruh partai politik itu pun nampak sangat sibuk “menjual diri” ke sana ke mari mendekati dan membujuk rakyat.

Semuanya secara serentak dan berlomba-lomba menyerukan “kebaikan” dengan penuh semangat berapi-api, juga mengklaim diri sebagai pihak yang lebih bisa melakukan “Perubahan”, yang diikuti dengan janji-janji manis. Sayangnya, seruan atau klaim seperti itu sudah pernah terjadi pada Pemilu yang sudah-sudah. Dan lihatlah, lalu rasakan sendiri seperti apa hasilnya sekarang...??!!??

Ya... secara keseluruhan, kondisi negeri ini masih sangat jauh dari yang dijanjikan, alias penuh omong kosong. Bahkan negeri ini makin dililit dengan masalah-masalah yang tidak ringan, terutama masalah ekonomi dan keuangan, hukum, serta masalah kedaulatan negara malah semakin parah.

Masalah ekonomi di antaranya adalah nilai Rupiah yang masih melemah; harga kebutuhan hidup sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya masih sangat mahal (tidak seimbang dengan penghasilan rakyat yang masih tergolong rendah); kegiatan impor makin subur; defisit keuangan negara yang terus minus; utang negara yang makin membesar.

Masalah ekonomi di atas kemudian memicu timbulnya masalah hukum dan kriminal, di antaranya, tidak sedikit pejabat negara yang justru berlomba-lomba melakukan korupsi, yang diduga adalah untuk mengamankan diri masing-masing agar dapat terhindar dari “kesulitan” hidup ekonomi. Juga perampokan, pencurian, perdagangan manusia, KDRT kini bahkan makin marak terjadi karena umumnya dipengaruhi oleh himpitan ekonomi.

Sementara itu, wajah hukum kita juga kini dinilai makin menjauh dari rasa ketidakadilan. Misalnya, BNN (Badan Narkotika Nasional) yang telah begitu banyak menghabiskan uang negara dalam upaya memberantas dan melawan penyalahgunaan narkoba karena dapat merusak generasi bangsa, nyatanya kasus Corby “si Ratu Mariyuana” itu bisa berakhir dengan kisah penuh “kebahagiaan”, alias bebas dengan happy-ending. Sementara di sisi lain, sejumlah tersangka teroris yang belum sempat diproses secara hukum (masih dalam operasi pengepungan) justru begitu mudahnya dihilangkan nyawanya.

Mungkin masalah atau hal-hal seperti itulah yang menjadi pemicu timbulnya teroris dan penembakan terhadap sejumlah polisi serta pengrusakan pos polisi belakangan ini. Artinya, kondisi buruk yang terjadi saat ini salah satunya boleh jadi adalah juga akibat dari “ulah” pemerintah sendiri yang dinilai kerap melakukan hal-hal yang bertentangan dengan keinginan rakyat.

Dari masalah ekonomi dan masalah hukum yang selama ini begitu sangat berantakan penanganannya, membuat kewibawaan kedaulatan negara dan bangsa pun menjadi gampang “ditampar” oleh negara lain. Sebut saja misalnya, Malaysia dan Singapura. Kedua negara kecil itu sungguh telah berani merongrong dan melecehkan kedaulatan negara kita. Dan itu artinya seakan-akan Malaysia dan Singapura telah mengetahui banyak titik-titik kelemahan negara kita, sehingga mereka pun memandang Indonesia sebagai negara kerdil yang tak patut lagi dihormati.

Dari semua masalah yang ada seperti yang diurai di atas, maka seperti inikah wujud dari seruan “kebaikan” dan “perubahan” yang pernah diserukan pada Pemilu sebelumnya oleh para parpol yang kini berhasil menduduki posisi di pemerintahan..???

Apapun jawabannya dari pertanyaan di atas: “Ya atau Tidak”, adalah tentu tetap dengan sebuah kesimpulan yang sama, yakni bahwa pemerintah sesungguhnya telah dinilai gagal mengangkat harkat serta martabat kedaulatan ekonomi, hukum, juga derajat sosial bangsa dan negara kita.

Sehingga itu, betapa pun besarnya seruan “kebaikan” dan “perubahan” yang diserukan oleh seluruh parpol (incumbent maupun incoming) jelang Pemilu kali ini, adalah sesungguhnya sudah sangat terlalu sulit untuk bisa kembali dipercaya oleh rakyat. Sebab sejauh ini rakyat sudah terlanjur kecewa dan sakit hati terhadap “ulah” dari parpol incumbent yang hanya cenderung memburu keuntungan untuk kelompoknya masing-masing.

Lain halnya dengan parpol incoming, meski sebagai pendatang baru, tetapi rakyat tentu saja tidak harus serta-merta mempercayainya sebagai parpol yang mampu melakukan perubahan. Sebab, ada beberapa hal yang membuat rakyat untuk tidak langsung percaya kepada parpol incoming, di antaranya adalah:
1. Parpol incoming itu diketahui hanya merupakan “keturunan” (pecahan) dari parpol incumbent;
2. Parpol incoming itu diketahui dipimpin dan dikendalikan oleh figur yang sedang memegang sejumlah bisnis, sehingga jika parpol ini berkuasa, maka dikuatirkan yang lebih dulu diutamakan adalah bisnisnya;
3. Parpol incoming itu juga diketahui dipimpin dan digerakkan oleh figur yang hanya memiliki semangat berapi-api dan modal dana yang cukup besar, tetapi belum memiliki pengalaman berkiprah di dalam sistem kenegaraan, misalnya di pemerintahan. Atau sebaliknya, punya pengalaman tetapi dinilai minim prestasi. Dan lain sebagainya.

Sebetulnya ada cara yang boleh dikata tidak keliru untuk segera ditempuh oleh sejumlah parpol incumbent (tidak termasuk parpol yang sudah rusak karena korup) maupun incoming agar bisa merebut kepercayaan rakyat, yakni adalah dengan “melibatkan” figur independen secara langsung untuk diposisikan sebagai Capres maupun Cawapres.

Figur independen yang dimaksud tentu saja adalah seseorang yang memiliki pengalaman sebagai sosok pegiat perubahan, yang konsisten dan telah teruji sejak dulu aktif berjuang pro-rakyat, dan sejauh ini dinilai mampu melewati berbagai rintangan bukan karena ditunjang dan didukung oleh parpol tertentu melainkan berkat kecerdasan dan kemandiriannya.

Saat ini sejumlah figur independen memang masih bisa ditemui. Namun secara spesifik, sosok yang paling mendekati kriteria sebagai figur independen seperti yang digambarkan di atas adalah hanya DR. Rizal Ramli (RR1).

Rekam jejak Rizal Ramli sejauh ini tak bisa dipungkiri adalah merupakan “sekumpulan kekuatan” yang dapat dijadikan sebuah “modal” utama dalam memudahkan negara ini melakukan langkah perbaikan dan perubahan. Sebab sesungguhnya, rekam jejak adalah juga merupakan gambaran untuk dapat mengetahui sejauh mana ukuran “kualitas” seseorang.

Olehnya itu, jika negara ini benar-benar ingin mewujudkan perubahan (rakyat makmur dan sejahtera dalam ekonomi yang mapan), maka figur independen seperti Rizal Ramli sebagai ekonom senior adalah sosok yang sekali-kali tidak bisa diabaikan, apalagi untuk disepelekan.

Namun apabila figur independen seperti Rizal Ramli nantinya toh akan dikesampingkan oleh parpol, dan rakyat hanya mengelus-elus serta memuja-muja parpol yang mampu mencurahkan uang sebagai kekuatan untuk meraih kekuasaan, maka dipastikan rakyat akan kembali kehilangan kesempatan mendapatkan perubahan sebagaimana yang didambakan selama ini.

Tetapi nampaknya, sejauh ini sejumlah parpol sudah ada yang mulai melirik Rizal Ramli untuk dapat diposisikan sebagai Capres maupun Cawapres pada Pilpres 2014 mendatang. Dan tentu saja hal ini bukanlah langkah keliru, sebab saat ini rakyat pun memang sangat mengharapkan agar ada parpol yang juga bisa mengusung sosok independen untuk dapat dilahirkan sebagai pemimpin di negeri ini. Dan seperti inilah sesungguh selera rakyat..!!!

SALAM PERUBAHAN 2014...!!!
---------
Sumber: KOMPASIANA

Rabu, 19 Februari 2014

Mantan KSAD Sebut Indonesia Hanya Bisa Maju jika Dipimpin oleh Rizal Ramli

[RR1online]:
JIKA Indonesia dipimpin Rizal Ramli yang punya integritas, kapasitas, dan kapabelitas, tentu negara ini bisa maju, kuat, dan makmur.

Hal tersebut ditegaskan oleh mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal (Purn) TNI. Tyasno Sudarto, saat memberikan pandangannya dalam acara peresmian Rumah Perubahan “Rizal Ramli Strategic Centre (RRSC)”, di Gedung Duta Merlin, Jakarta, Kamis (13 Februari 2014).

Hadir pula dalam kesempatan tersebut, di antaranya adalah Guru Besar Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk; pakar hukum TPPU, Yenti Garnasih; pengamat Migas, Marwan Batubara.

Penegasan dari seorang jenderal berbintang empat itu tentu saja tidak asal terlontar tanpa diikuti proses pemikiran serta pertimbangan yang sehat dan cerdas. Disebut sehat dan cerdas karena sebagai seorang mantan KSAD, Tyasno tentunya sudah sangat mengetahui kondisi di negeri ini, dan juga sudah pasti ia telah sangat memahami betapa negeri ini amat membutuhkan pemimpin seperti sosok DR. Rizal Ramli (RR1).

Mengapa harus Rizal Ramli yang disebut Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto sebagai sosok yang sangat patut dan layak didukung untuk menjadi pemimpin (Presiden) di Indonesia?

Mari kita menjawabnya! Bahwa selama ini, harapan besar yang sangat didambakan oleh seluruh Rakyat Indonesia adalah betapa amat menginginkan hidup dalam negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang tangguh.

Sebab, saat ini orang bisa dengan tega melakukan perbuatan kriminal, misalnya: mencuri, merampok, KDRT, dan lain sebagainya, umumnya adalah lantaran terhimpit masalah ekonomi. Juga, tidak sedikit warga lebih memilih ke luar negeri sebagai TKI/TKW, sebab di negeri sendiri negara (pemerintah) dianggap sudah tak mampu lagi memberi “kehidupan” buat mereka.

Intinya adalah masalah ekonomi negara ini harus bisa dibenahi dan diperbaiki oleh pemimpin yang punya integritas, kapasitas, dan kapabel (sudah pasti atau terutama harus di bidang ekonomi). Sebab tidak ada anak yang tega membunuh ibu/bapaknya atau sebaliknya, dan tidak akan ada ibu tega membuang bayinya hanya karena persoalan politik, ataupun hukum. Pembunuhan bapak/ibu, anak, atau bayi yang dibuang oleh ibunya dan lain sebagainya itu nyaris 100% adalah karena masalah ekonomi.

Jika kriminalitas bisa tumbuh subur karena dipicu oleh persoalan ekonomi, maka pemerintah sesungguhnya sudah patut disebut gagal total dari tanggungjawabnya terhadap rakyatnya. Jika ekonomi rapuh, maka politik tidak akan bisa berjalan secara sehat, mutu pendidikan tidak akan bisa ditingkatkan dengan baik, dan persoalan hukum akan sangat sulit berada di posisi yang sebenarnya.

Olehnya itu, sepatutnya dan sudah saatnya (pada 2014 ini) pemimpin Indonesia adalah sosok yang memahami (ahli) dalam hal memperbaiki ekonomi bangsa dan negara. Artinya, kita sesungguhnya tidak membutuhkan pemimpin yang ahli berpolitik, ahli hukum, ahli strategi perang, dan lain sebagainya. Sekali lagi, rakyat sebetulnya hanya sangat membutuhan sosok pemimpin ahli di bidang ekonomi yang telah berpengalaman.

Pemikiran seperti inilah kiranya yang mendasari penegasan Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto sekaligus mengajak semua pihak untuk dapat turut mendukung dan memilih Ekonom Senior (Rizal Ramli) itu sebagai Presiden-RI 2014-2019. “Apa pun yang terjadi, kita harus memastikan orang-orang seperti Pak Rizal Ramli bisa tampil memimpin Indonesia,” pungkas Tyasno.

---------------

Sumber : KOMPASIANA

Sabtu, 15 Februari 2014

Rizal Ramli: Rekrutmen PNS Masih Banyak KKN

Jelang Debat-Publik Konvensi Rakyat Capres 2014 di Balikpapan.

[RR1online]:
SEJAK dulu, penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selalu saja dinodai dengan cara-cara yang tidak sehat. Tidak sedikit orang yang tidak lulus justru adalah orang-orang yang punya kualitas yang baik. Sementara orang-orang yang berhasil lulus kebanyakan adalah karena memiliki “koneksi” atau keluarga dan kerabat di dalam pemerintahan yang kebetulan punya kedudukan strategis, juga adalah yang mampu menyediakan uang sebagai “mahar” untuk lulus sebagai PNS.

Kalau pun ada yang lulus murni, tentu jumlahnya sangatlah sedikit. Dari seratus peserta ujian CPNS, kemungkinan yang lulus murni (tanpa koneksi dan uang) hanyalah sekitar 1 atau 2 orang.

Jika kondisi yang tidak sehat seperti itu terus dipertahankan, maka negara kita akan dipenuhi oleh orang-orang yang berhasil menjadi aparatur negara hanya karena memiliki koneksi atau uang. Sehingganya, mereka hanya bekerja menurut koneksi dan uang saja.

Artinya, mereka yang lulus karena koneksi (jasa keluarga) tentu hanya akan tunduk pada keinginan atau “selera” koneksinya masing-masing. Sementara yang lulus karena uang, tentunya hanya lebih cenderung mencari-cari cara untuk bisa mendapat uang yang lebih banyak secara instan. Sebab, selain mungkin karena uang tersebut adalah hasil pinjaman, juga boleh jadi uang tersebut adalah hasil penjualan tanah atau rumah  yang harus segera dikembalikan dan ditukar secara cepat.

Akibatnya, negara hanya lebih banyak dijalankan oleh mereka yang di pikirannya adalah hanya untuk memenuhi kepentingan dan kepuasan sendiri-sendiri, bukan untuk melayani kepuasan rakyat. Lihat saja, pungli dan korupsi saat ini betapa sangat leluasa dilakukan secara berjamaah di seluruh daerah.

Kita tak bisa berharap banyak kepada pemerintah saat ini agar “budaya” yang tidak sehat tersebut bisa segera dihilangkan. Sebab, pemerintah saat ini (baik di pusat maupun di daerah) masing-masing hanya nampak lebih sibuk mengejar kepentingan mereka masing-masing.

Lihatlah, betapa banyak kepala daerah saat ini yang membangun “dinasti” mereka, dan hanya memberi kesempatan yang sangat luas kepada para keluarga mereka berada di pemerintahan, dan juga memberi proyek “basah” kepada keluarga dan kerabat mereka saja.

Bahkan juga dalam organisasi strategis (baik di pemerintahan maupun  parpol) telah diisi dan diduduki oleh kalangan keluarga mereka. Itulah wajah KKN, yang justru makin subur tumbuh di era reformasi (yang katanya adalah era anti-KKN), tetapi kenyataan sangat PRO-KKN. Sungguh amat ironis dan memilukan..!!??!!

Sehingga tak keliru jika saat ini sudah begitu banyak kalangan dari berbagai lapisan yang menghendaki agar dapat mendukung sosok Capres yang benar-benar ideal. Yakni sosok yang  betul-betul punya rekam jejak yang anti-KKN dan bukan kader parpol tertentu (korup), yaitu seperti DR. Rizal Ramli (RR1).

Selain sebagai tokoh nasional yang memang sejak dulu sudah giat berjuang dan membela hak-hak rakyat, Rizal Ramli sejauh ini juga memang dikenal sebagai sosok yang tak pernah berpihak kepada satu parpol mana pun. Sehingga itu, tak salah jika Rizal Ramli dinilai adalah satu-satunya sosok yang sangat bisa dipercaya untuk bisa membersihkan negara ini dari “budaya” KKN tersebut.

Dan momen yang paling tepat bagi rakyat untuk menghilangkan budaya kotor tersebut adalah melalui Pilpres 2014, yakni dengan mendukung dan memilih sosok seperti Rizal Ramli untuk segera dilahirkan sebagai Presiden-RI. Kenapa???

Sebab tak bisa dipungkiri, bahwa jika dibandingkan dengan figur lainnya, maka Rizal Ramli memang adalah satu-satunya sosok yang bisa menjadi Kabulog, menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, dan bisa menjadi Menteri Keuangan, adalah bukan dari hasil KKN (bukan karena keluarga, uang, juga bukan karena melalui parpol), tetapi adalah betul-betul karena profesionalisme dan juga benar- benar karena keahlian yang dimilikinya.

DR. Rizal Ramli saat tampil memarparkan visi-misi. Tampak di belakang Yusril Ihza Mahendra, Sofjan Saury Siregar dan Isran Noor. Masing-masing adalah Kandidat Capres dalam Konvensi Rakyat, di Balikpapan, Minggu (10/2/2014).


“Sekarang, rekrutmen PNS banyak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),” lontar Rizal Ramli dalam memaparkan visi-misinya selaku Kandidat Capres melalui debat-publik yang digelar Komite Konvensi Rakyat, di Gedung Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC), di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (9 Februari 2014).

Dalam kesempatan tersebut, Rizal Ramli (RR1) amat bertekad mewujudkan diterapkannya Reformasi Birokrasi. “Tanpa reformasi birokrasi, akan menimbulkan korupsi dan kualitas pelayanan rendah. Birokrasi hanya akan mempersulit rakyat dan pengusaha. Target pembangunan ekonomi dan sosial akan sulit tercapai tanpa reformasi birokrasi,” ujar RR1.

Tentu saja, kata RR1, ada hal-hal yang sifatnya teknis jika ingin mengubah wajah birokrasi, di antaranya sistem rekrutmen PNS harus diubah dengan menghilangkan kebiasaan buruk seperti KKN. “Sulit dihindari, top eselon banyak yang tidak profesional dan (tidak) qualified. Maka, kita harus rekrut yang profesional (misalnya) dari universitas, agar tujuan kita tercapai,” tegasnya.

Jika negara ini mau maju, dan jika bangsa (rakyat) ini bisa terlayani dengan baik, maka menurut RR1 performance dan prestasi pejabat publik harus selalu dievaluasi. Selain itu, RR1 juga menyebut harus ada sitem pensiun dini.

Anggota Dewan Penasehat Ekonomi di badan dunia (PBB) ini mengisahkan, bahwa saat masih di dalam pemerintahan, dirinya pernah mereformasi birokrasi di Bulog. Dia memindahkan pejabat Bulog Jawa Timur ke Kalimantan Tengah dan sebaliknya. Pasalnya, kata dia, Jawa Timur dikenal “basah” bagi pejabat Bulog. Sedangkan Kalimantan Tengah dikenal “kering”. Kebijakan itu ternyata berhasil menghemat biaya hampir setengah triliun karena pengusaha tak lagi menyogok pejabat Bulog di daerah basah.

“Saya yakin itu (reformasi birokrasi) bisa dilakukan. Kita harus lakukan, agar pertumbuhan (kemajuan) masyarakat bisa lebih cepat tercapai,” tutur RR1.

Niat baik dan keinginan mulia RR1 ini sangat bisa terwujud, yakni sepanjang rakyat tidak lagi salah memilih pemimpin, tentu saja dengan cara bergotong-royong dan bersatu melahirkan pemimpin yang benar-benar dari Rakyat untuk Rakyat, bukan dari partai dan hanya untuk partai pula.

SALAM PERUBAHAN 2014…!!!
--------

Sumber: KOMPASIANA

Kamis, 13 Februari 2014

Rizal Ramli Bisa Menjadi “Energi Positif” Buat Parpol yang Mengusungnya

[RR1online]:
KITA pasti semua tahu, bahwa saat ini pandangan rakyat sudah sangat cenderung negatif terhadap Partai Politik (Parpol), terutama parpol yang berada di satu “dapur” (koalisi) dengan pemerintah (penguasa) saat ini.

Pandangan negatif itu muncul tentunya adalah karena sebagai akibat dari ulah dan perilaku para elit parpol itu sendiri, seakan negara ini adalah menjadi hak milik mereka sendiri.

Yakni dengan sangat nampak hanya lebih memburu kepentingaan dan “keuntungan” diri mereka masing-masing, hingga membuat kondisi negara dan bangsa kita pun bisa seburuk seperti saat ini. Lihat saja ekonomi terpuruk, nilai Rupiah terkapar, utang negara yang menggunung, defisit anggaran negara yang makin minus, kewibawaan negara yang kian kerdil di mata negara luar, korupsi merajalela, dan lain sebagainya.

Kondisi seperti itulah yang membuat rakyat memandang negatif terhadap parpol penguasa beserta koalisinya saat ini.

Perilaku para elit parpol bisa “sejelek” seperti sekarang, itu tentunya karena disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, boleh karena para ketua umumnya tidak memiliki ketegasan dan wawasan kebangsaan, dan mungkin juga karena ketua umumnya memang tidak punya kemampuan “mengelola” parpol sebagaimana yang diharapkan rakyat.

Selain itu, boleh jadi juga karena moral ketua umumnya yang pada dasarnya memang sudah rusak (munafik dan mungkin gemar membohongi rakyat). Sehingganya, para kadernya pun sangat sulit untuk “dilarang” dalam berbuat “kerusakan”.

Lalu, ketika telah diketahui bahwa parpolnya saja tak bisa dikelola dan sangat sulit dibawa ke jalan yang “benar”,  maka apakah kita (rakyat) kemudian harus percaya dan memberikan dukungan kepada ketua umum parpol tersebut  untuk menjadi seorang presiden…??? Sungguh sebuah kebodohan yang sangat luaaarrr biasa jika hal ini akan terjadi dan dilakukan oleh rakyat…!!!

Memang ada juga parpol yang tidak lagi mengusung ketua umumnya untuk dicalonkan sebagai presiden, ketua umum parpol tersebut hanya merekomendasikan sejumlah orang untuk maju menjadi capres. Tetapi orang-orang yang direkomendasi itu tentulah adalah orang-orang “pilihan” menurut selera ketua umum parpol bersangkutan, yakni adalah orang yang diyakini bisa menjamin “hidup” ketua umum parpol tersebut jika kelak orang yang direkomendasikan itu berhasil terpilih sebagai presiden. Termasuk menjamin keselamatan ketua umum beserta petinggi parpol tersebut untuk tidak disentuh hukum meski mungkin diduga pernah melakukan sejumlah “kejahatan”.

Beberapa paragraf tersebut di atas adalah secuil kondisi riil, bahwa betapa sejauh ini sebetulnya parpol penguasa beserta koalisinya masih belum bisa membangun parpolnya sendiri secara bersih, dan belum mampu mengelola parpolnya menjadi parpol sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat.

Lalu parpol mana saja yang bisa dipercaya saat ini? Atau apa saja yang bisa dilakukan oleh para parpol yang telah terlanjur dipandang negatif oleh rakyat…??

Sebenarnya masih ada sejumlah parpol koalisi (di Senayan) yang berpeluang menjadi parpol yang bersih dan dapat kembali diminati oleh rakyat, sekaligus menghilangkan pandangan negatif rakyat terhadap parpol mereka. Yakni, salah satunya dengan cara menghilangkan “kultur” yang sering mengultuskan ketua umumnya secara sangat berlebih-lebihan, namun sesungguhnya penuh kepura-puraan.

Mengultuskan ketua umum yang berhasil membuat parpolnya menjadi parpol yang bersih, dan selalu mampu secara tegas memperjuangkan kepentingan rakyat, maka tentulah itu tidak jadi masalah. Bahkan ketua umum seperti itu wajib untuk bisa dikultuskan dan diupayakan sekuat tenaga agar dapat menjadi seorang pemimpin negara.

Tetapi sebaliknya, jika seorang ketua umum hanya bisa menjadikan partainya sebagai parpol “kotor”, pun hanya bisa menjadikan partainya sebagai parpol “pemburu kekuasaan atau penjilat penguasa korup”, maka tentulah sangat tak patut untuk dikultuskan apalagi dimajukan sebagai calon presiden. Bahkan ketua umum seperti ini tidak wajib untuk diikuti seleranya. Tetapi jika toh tetap dipaksakan, maka negara diyakini akan ikut menjadi kotor dan rusak.

Sebab, ketua umum belum tentu adalah kader terbaik parpol. Boleh jadi kemunculannya sebagai ketua umum hanya karena kebetulan punya posisi strategis, atau juga karena hanya dipengaruhi oleh banyaknya uang dan kekayaan materi yang dimilikinya. Buktinya tidak sedikit orang yang bisa tampil sebagai ketua umum parpol karena berhasil menduduki kursi presiden, wakil presiden, dan paling tidak sebagai menteri.

Artinya, nanti ketika seseorang menjadi presiden, wakil presiden, atau jadi menteri, barulah ada parpol yang tertarik memilihnya atau bahkan orang tersebut yang berambisi untuk menjadi ketua umum. Tahu kan siapa-siapa orang tersebut..?

Sejauh ini hanya ada satu orang yang tulen yang memang sebelumnya sudah sebagai ketua umum hingga kemudian berhasil menjadi wakil presiden, lalu sukses menduduki kursi presiden, yakni ibu Megawati Soekarnoputri. Namun meski begitu, partai yang dipimpin oleh pendekar wanita ini masih kerap dinodai oleh ulah kotor sejumlah oknum kadernya.

Kembali mengenai sejumlah parpol koalisi, yang sejauh ini terlanjur dipandang negatif oleh sebagian besar rakyat akibat dari kondisi ekonomi negeri yang jauh dari yang diharapkan. Sekali lagi, sebetulnya parpol tersebut masih berpeluang untuk menjadi parpol yang diminati oleh rakyat, sekaligus sangat memungkinkan menjadi pemenang dalam Pemilu. Yakni dengan mengusung sosok dari luar partai, bukan ketua umum mereka. Alasannya tentu seperti yang telah saya kemukakan di atas, yaitu para ketua umum sejauh ini belum berhasil membawa parpol masing-masing ke “jalan atau ke tempat” sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat, apalagi untuk membawa negara ini.

Para parpol hendaknya harus jujur menyadari, bahwa sejauh ini rakyat berpandangan negatif karna sangat tidak puas dan amat kecewa dengan kinerja parpol koalisi. Sehingga jika para parpol  ini tetap ngotot memajukan ketua umumnya sebagai capres, atau memaksakan diri mengikuti selera ketua umum masing-masing, maka rakyat akan meninggalkan parpol tersebut.

Dalam kondisi yang sangat sempit karena telah mendekati gelaran Pemilu, maka sangat mustahil bagi para parpol koalisi untuk bisa melakukan bersih-bersih dan menghindari pandangan negatif rakyat.

Tetapi apabila parpol benar-benar serius ingin keluar dari pandangan negatif tersebut, maka ada cara yang tak keliru untuk segera ditempuh oleh para parpol ini. Yaitu, menjadi parpol pengusung sosok independen dari luar partai (bukan kader) untuk dijadikan capres.

Langkah dan cara ini memang sulit dan tidak lazim dilakukan, tetapi inilah jalan menuju perubahan  yang mendasar. Dengan berani mengusung sosok independen, maka parpol dengan sendirinya akan menjadi “pusat perhatian dan pusat perbincangan” di tengah-tengah masyarakat.

Terlebih jika sosok yang diusung sebagai capres tersebut adalah sosok yang benar-benar memiliki kemampuan berupa integritas serta rekam jejak kemandirian dan pengabdian yang tinggi, maka dipastikan sosok itu akan membawa energi positif bagi parpol yang mengusungnya.

Memang ada sejumlah sosok independen yang layak diusung oleh parpol untuk dimajukan sebagai capres. Salah satunya yang sangat menonjol adalah DR. Rizal Ramli.

Rizal Ramli memang bukanlah sosok sempurna, sama dengan sosok lainnya yang juga disebut-sebut akan maju dalam pilpres 2014. Artinya, semua sosok yang akan maju bertarung dalam pilpres tentulah tidak ada yang sempurna. Pastilah semuanya ada kelemahan, juga ada kekurang masing-masing.

Namun ketika mengetahui kondisi dan persoalan bangsa saat ini, di mana masih sangat dililit oleh masalah-masalah ekonomi yang amat berat, maka tentunya rakyat sangat mendambakan seorang ekonom senior seperti Rizal Ramli agar dapat dilahirkan sebagai pemimpin negeri guna mengatasi masalah-masalah ekonomi negara kita saat ini.

Terlebih ketika memang diketahui, bahwa persoalan ekonomi bangsa ke depan sudah pasti akan jauh lebih sulit lagi dalam hal mengatasinya, maka sangatlah tidak masuk akal kiranya apabila para parpol hanya mendukung dan mengusung sosok yang tidak memahami atau tidak menguasai jujus-jurus ampuh di bidang ekonomi.

Singkat kata, ketika Rizal Ramli diusung sebagai capres lalu disosialisasikan secara menyeluruh, serentak dan keroyokan di seluruh wilayah tanah air. Yakni dengan menyebut bahwa Rizal Ramli adalah satu-satunya capres dari kalangan independen yang sengaja direkrut sebagai capres karena keahlinya di bidang ekonomi yang telah berdedikasi tinggi dan telah berpengalaman di tingkat nasional maupun internasional, sehingga diyakini mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi, maka di saat itu rakyat pun akan serentak memandang positif parpol mana saja yang mengusung sosok seperti Rizal Ramli tersebut (asal jangan parpol biang korup).

Artikel ini tidak akan berarti apa-apa bagi parpol yang arogan dan egois dalam nafsunya untuk meraih kekuasaan demi kepuasan kelompoknya saja. Tetapi saya yakin, artikel ini bisa menjadikan kualitas kecerdasan dan daya kesadaran rakyat jadi meninggi, yang pada akhirnya akan menjadi mimpi buruk yang panjang bagi para parpol yang hanya pandai berucap manis tetapi bukti dan hasilnya sangat pahit. Mengajak untuk tidak korupsi, tetapi di belakangan kenyataannya malah “merampok” uang rakyat. Ibarat penjual obat jerawat yang sangat amat pandai menawarkan jualannya, tetapi wajahnya sendiri malah ketahuan dipenuhi dengan jerawat.

SALAM PERUBAHAN 2014…!!!
-------------
Sumber: KOMPASIANA