Senin, 23 Desember 2013

Maaf, Capres Dewa Pun Tidak Aku Pilih jika dari Parpol Korup

Kategori: Opini*
[RR1online]:
SESUNGGUHNYA sampai detik ini belum ada partai politik (parpol) yang mampu memberikan PENYELESAIAN secara tegas dan nyata terhadap seluruh persoalan yang sedang melilit di negeri ini. Sehingga para parpol yang menghuni Senayan saat ini boleh dikata sebetulnya 99,99 persen telah GAGAL TOTAL dalam mengemban amanah rakyat. Sebaliknya, mereka (para parpol) berhasil dan sukses 100 pesen memperkaya diri masing-masing.

Buktinya, kondisi bangsa dan negara di semua sektor sejauh ini makin “teramat parah”. Moral rakyat banyak dirusak oleh para elit parpol dan pejabat negara yang lebih banyak memberi contoh negatif.

Masalah ekonomi yang terus terpuruk dan sangat sulit dikendalikan dan dibenahi oleh pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Sehingga tak sedikit rakyat kita terpaksa memilih mencuri karena hanya ingin mempertahankan hidup.

Di sisi lain, hukum dan politik justru sangat gampang dikendalikan karena dapat menjadi “alat pemuas” buat kelompok-kelompok tertentu. Makanya tak sedikit pejabat negara yang merasa PD (percaya diri) leluasa merampok uang negara. Mengapa…???

Karena Bendera Merah Putih, UUD 1945, Pancasila, Garuda sebagai Lambang Negara dan foto Presiden beserta wakil Presiden yang terpajang di dinding gedung-gedung pemerintahan seakan hanya sebagai mantra dan jimat bagi para koruptor. Agama bahkan tak jarang hanya dijadikan sebagai topeng untuk mengelabui mata rakyat.

Dan parahnya, rakyat pun begitu gampangnya tertipu, lalu saling serang-menyerang, hujat-menghujat, caci dan memaki, bahkan saling bentrok satu dengan lainnya hanya karena membela dan mendukung figur dari parpol masing-masing. Bahkan masih ada juga kelompok dari rakyat yang terang-terangan membela seorang gubernur terduga sebagai koruptor dengan menantang KPK untuk adu jotos. Sungguh menjijikkan dan memalukan…!!!

Itulah salah satu bukti, bahwa sesungguhnya bangsa dan negara kita saat ini memang sudah rusak sangat parah akibat sistem Pemilu yang bisa “mengizinkan setan (penjahat)” untuk menjadi kepala daerah dan atau kepala negara melalui politik transaksional. Dan politik transaksional inilah yang dapat membuat parpol menjadi “kaya raya”. Selanjutnya, akan semakin bertambah kaya lagi jika “setan” tersebut berhasil memenangkan Pilkada/Pilpres. Jadi tak usah heran jika sistem Pemilu tersebut masih terus dipertahankan oleh para parpol yang bercokol di Senayan saat ini.

Olehnya itu, dewa sekali pun yang dimunculkan sebagai capres dari hasil penggodokan parpol korup, itu tidak akan mungkin saya pilih. Jika memberikan uang, maka uangnya saya ambil, namun capresnya tidak akan saya pilih. Percaya..!!! Sebab, ketika dewa itu menyatakan siap maju sebagai capres dari salah satu parpol korup, maka di saat itu jiwa dewa tersebut sesungguhnya sudah menjelma menjadi “seekor iblis”.

KONVENSI RAKYAT
Sebagai salah satu alternatif solusi dalam menjalankan sistem Pemilu kita secara demokrasi dengan benar, yakni para parpol hendaknya sebisa mungkin merekrut capres dari hasil konvensi rakyat yang diselenggarakan oleh kelompok non-parpol.

Sebab saya melihat, konvensi rakyat cenderung lebih murni dan objektif karena mulai dari pendaftarannya hingga penentuannya diserahkan kepada dan menurut selera rakyat, bukan selera parpol yang lebih banyak menganut politik transaksional.

Seperti diketahui, pada 10 Nopember hingga 10 Desember 2013 yang lalu Komite Konvensi Rakyat telah membuka pendaftaran bagi anak bangsa untuk mengikuti pemilihan sebagai kandidat Capres 2014.

Dan pada masa pendaftaran tersebut, Komite KRC (Konvensi Rakyat Capres) telah menerima sebanyak 25 pendaftar yang  telah mengajukan diri sebagai peserta. Namun pada tahap seleksi akhir, komite hanya menetapkan 7 (tujuh) kandidat capres pada 19 Desember 2013 yang lalu.

Adapun ketujuh kandidat capres 2014 tersebut adalah:
1.    Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusis, dan mantan Menteri Sekretaris Negara)
2.    Rizal Ramli (Mantan Menteri Koordinator Perekonomian, dan mantan Menteri Keuangan)
3.    Isran Noor (Bupati Kutai Timur)
4.    Sofjan Saury Siregar (Rektor Islamic University of Europe Rotterdam-Holland, Belanda)
5.    Ricky Sutanto (Pengusaha)
6.    Anni Iwasaki (novelis, Aktivis Perempuan Indonesia di Jepang)
7.    Tony Ardie (Mantan aktivis, dan mantan Ketua Umum PB HMI)

Kandidat Capres 2014 Konvensi Rakyat.


Jika diperhatikan, masing-masing kandidat capres Konvensi Rakyat tersebut memiliki latar-belakang yang berbeda-beda. Yakni, ada seorang ekonom senior, pakar hukum tata-negara, akademisi, entrepreneur kelas atas, kepala daerah (spesifikasi ahli pertanian), penulis (perempuan), serta aktivis.

Selanjutnya, demi melahirkan kandidat capres pilihan rakyat, Komite kemudian memboyong para peserta untuk dapat melakukan debat publik di 6 kota besar. Yakni, dimulai pada 5 Januari 2014 di kota Surabaya, Medan (19/1/2014), Balikpapan (2/2/2014), Makassar (16/2/2014), Bandung (2/3/2014) dan Jakarta (9/3/2014).

Meski mungkin ketujuh kandidat Capres Konvensi Rakyat itu belum memenuhi selera sejumlah masyarakat, tetapi mereka (ketujuhnya) paling tidak masih lebih baik dibanding seorang dewa yang maju sebagai capres melalui parpol korup.

SALAM PERUBAHAN…!!!
---------------
*Sumber: Kompasiana

Senin, 09 Desember 2013

Try Sutrisno Ajak Tokoh Bangsa yang Berkualitas Daftar Jadi Capres


[RR1online]:
KONDISI ketahanan nasional kita saat ini nampaknya sangat berpotensi mengalami guncangan akibat gesekan dan ambisi politik yang berjalan di atas sistem yang sangat keliru.

Membangga-banggakan diri sebagai negara dan bangsa yang berdemokrasi, padahal tidak sedikit hal yang krusial justru tidak mencerminkan wajah demokrasi. Terutama dalam bidang politik dan hukum, sejauh ini justru masih sangat kental memamerkan pola diskriminatif.

Sehingga akibat dengan tetap dijalankannya tatanan yang keliru itu, membuat negara ini pun hanya dimiliki dan dikuasai oleh para elit parpol saja, dan hanya menguntungkan kelompok tertentu pula.

Dari situ, karena merasa telah “menguasai” negara ini, maka para penguasa itu pun kemudian merasa bisa seenaknya memakan dan melahap uang negara, juga seenaknya menjual dan menggadaikan harta-harta dan aset negara kepada negara lainnya. Pada akhirnya, rakyat pun tak bisa berbuat banyak karena terpasung oleh sistem yang disebut modern tetapi dijalankan secara jahiliah.

Dan jika kondisi itu terus dibiarkan tanpa ada upaya dari rakyat untuk melakukan perubahan, maka negara kita hanya menunggu waktu kapan hancurnya. Rakyat tak perlu membuang-buang waktu dan energi yang banyak untuk mendesak pemerintah agar bisa mencari solusi atas kondisi yang telah memprihatinkan ini. Sebab, sampai kiamat pun pemerintah korup tidak akan sudi memberi solusi sesuai yang diinginkan oleh rakyat.

Menyikapi hal tersebut, mantan Wapres RI periode 1993-1998, Try Sutrisno mengatakan, bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kondisi ketahanan nasional. Dengan mengetahui situasi terkini, maka diharapkan dapat membangun kembali bangsa yang sedang mengalami cobaan berat.

Dikatakannya, untuk membenahi bangsa yang sedang digerogoti korupsi, dililit utang luar negeri yang semakin membengkak, dan juga nilai-nilai Pancasila yang semakin pudar, tentu dibutuhkan seorang pemimpin yang berkualitas.

“Seharusnya tokoh bangsa yang berkualitas, jujur, dan berani diberi kesempatan untuk memimpin negeri ini,” ujar Try Sutrisno selaku salah satu anggota Komite Konvensi Rakyat-Capres 2014, melalui rilis Sekretaris Komite Konvensi Rakyat, Jumat (6/12).

Sehingga itu, Try Sutrisno mengimbau kepada kader-kader terbaik bangsa agar dapat mendaftarkan diri dan mengikuti Konvensi Rakyat. Sebaiknya, tidak hanya partai politik yang mengadakan Konvensi, melainkan kelompok independen seperti Konvensi Rakyat juga harus diberi kesempatan.

“Ini adalah bagian dari kritik masyarakat terhadap situasi politik yang ada, di mana korupsi makin merajalela dan degradasi moral yang melanda para politisi kita,” pungkasnya.
(map/ams)

Jumat, 06 Desember 2013

Cegah Lahirnya Capres Korup Melalui Konvensi Rakyat



Kategori: Opini*
[RR1online]:
SAAT ini negara dan bangsa Indonesia betul-betul sangat disibukkan dengan urusan korupsi. Mulai dari mengorupsi proyek-proyek APBN/APBD, hingga kepada “perampokan” bank dengan berbagai modus yang dilakukan oleh para elit parpol korup berserta keluarga dan kroninya.

Sungguh, uang rakyat (negara) ini benar-benar disantap oleh para pejabat dan elit parpol dengan sangat lahapnya di bawah kendali para penguasa korup. Dagingnya dihabisi, dan rakyat pun hanya berebut tulang. Lalu apakah kita masih harus memilih pemimpin korup dari parpol yang korup pula..??? Jika “yaa...” Sungguh terlalu…!????!

Kesadaran, kekompakkan dan kesepakatan rakyat sangat-sangat dibutuhkan agar tidak lagi memberi kesempatan kepada parpol korup untuk secara leluasa melahirkan pemimpin yang hanya identik dengan seorang “perampok”.

Rakyat harus sadar, bahwa jauh-jauh hari sebelum pemilu, para parpol korup sesungguhnya telah menyiapkan beberapa kader untuk dapat dilahirkan dan dimunculkan sebagai “pewaris” yang akan melanjutkan kekuasaan korup mereka.

Rakyat juga harus sadar, bahwa para parpol korup sampai kiamat pun tidak akan mungkin melahirkan pemimpin yang jujur, pemimpin yang amanah, dan pemimpin yang teguh mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan parpolnya.

Coba tengok saja, selama ini apakah pernah ada parpol yang mampu benar-benar memunculkan aspirasi rakyat dalam menentukan dan melahirkan calon pemimpin yang dikehendaki oleh rakyat..???

Mulai dari Soeharto hingga kepada penentuan Boediono untuk mendampingi SBY pada Pilpres 2009 saja..apakah pernah rakyat dilibatkan..??? Kemunculan mereka (para pemimpin) itu bagai tuyul yang tiba-tiba nongol, entah dengan dasar apa bisa tiba-tiba muncul dan ditetapkan sebagai capres, juga cawapres. Sungguh misterius..!? Dan inilah salah satu bukti, bahwa parpol korup sebetulnya hanya lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya daripada untuk kepentingan rakyat.

Olehnya itu, rakyat hendaknya benar-benar harus bisa membedakan mana arti “mencari” dan mana arti “memilih” pemimpin..!!!

Selama ini, kita sebagai rakyat setiap kali pemilu atau pilpres sebetulnya hanya disuruh “pilih”, tapi tidak pernah dilibatkan “mencari dan menentukan” sosok-sosok yang patut untuk menjadi pilihan rakyat. Itu dulu yang harus dipahami..!!!

Para calon presiden (capres) hanya selalu dicari dan ditentukan oleh parpol. Setelah ditemui dan ditetapkan sebagai capres, maka giliran KPU yang melakukan ajakan (paling banyak melalui iklan) mengimbau agar rakyat segera memilih dan menggunakan hak pilihnya dengan sebuah alasan klasik, yakni: demi menyukseskan pemilu.

Dari situ, rakyat seharus sadar, bahwa sesungguhnya bukan pemilu yang harus disukseskan, namun sebagai prioritas adalah bagaimana menyukseskan “pencarian” calon pemimpin (capres) terlebih dahulu agar pemilu dapat terselenggara dengan sukses. Tentu saja capres yang ingin dicari itu adalah sesuai selera rakyat, bukan semata selera yang hanya menguntungkan parpol.

Pemilu (Pilpres) tidak diminta untuk disukseskan pun pasti diyakini akan berjalan sukses. Yakni apabila capres yang disuguhkan oleh parpol tersebut adalah benar-benar sesuai dengan selera rakyat. Tetapi jika hanya dominan menurut selera parpol, maka angka golput akan selalu bertambah, dan situasi pilpres akan selalu dipenuhi dengan kecurangan. Akibatnya, ini bisa memicu terjadinya konflik antar para pendukung. Mengapa..???

Sebab, capres-capres yang tersaji tersebut hanya berasal dan ditentukan oleh para parpol yang masing-masing hanya lebih mengandalkan kekuatan uang. Artinya, rakyat dipaksa bersaing secara ekstrim dan fanatik untuk mendukung dan membela figur masing-masing dari parpol tertentu karena hanya didorong oleh kekuatan money-politic demi mewujudkan deal-deal kepentingan politik, bukan kepentingan rakyat.

Proses dan sistem seperti inilah sesungguhnya yang justru selama ini membuka dan memberi kesempatan bagi “perampok atau penjahat” pun bisa menjadi capres, lalu menjadi penguasa. Dan hanya rakyatlah yang bisa menghentikan sistem yang sangat buruk itu. Salah satunya adalah dengan melalui Konvensi Capres yang dilakukan langsung oleh rakyat, bukan yang dilakukan oleh parpol.

Saya setuju dengan statement Aristides Katoppo (anggota Komite Konvensi Rakyat) yang menyebutkan, bahwa kader-kader terbaik bangsa yang selama ini tidak terwadahi dalam partai politik maupun organisasi politik manapun, bisa mencalonkan dirinya (melalui Konvensi Rakyat) demi memperbaiki nasib bangsa ke depan.

“Dalam proses penjaringannya, Konvensi Rakyat jauh dari proses-proses yang tidak demokratis dan bebas politik uang,” kata Aristides Katoppo dalam keterangan persnya, Senin (2/12/2013).

Semestinya, kata Aristides, partai politik berpikir untuk mengambil calon yang nantinya muncul dari Konvensi Rakyat, yakni sebagai bentuk keberpihakan partai politik terhadap rakyat.

Aristides tidak membatah bahwa hanya parpol yang bisa mengajukan calon presiden. Tetapi, menurutnya, justru dengan hak politik tersebut parpol harusnya serius mencari calon presiden yang benar-benar diinginkan oleh rakyat.

Dalam catatan Aristides, masyarakat saat ini sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap partai politik lantaran banyaknya orang partai yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi. “Hal ini harus diantisipasi parpol dengan bijaksana dan merangkul rakyat dengan cara mengakomodasi calon-calon yang muncul dari Konvensi Rakyat,” ujarnya.

Sementara itu anggota Komite Konvensi Rakyat lainnya, Profesor Asep Warlan Yusuf, menegaskan, kini saatnya momentum bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang berkualitas, kredibel, dan bersih. “Dalam suasana kebatinan politik seperti ini, masyarakat harus proaktif untuk mencari dan menemukan tokoh yang akan memimpin diri dan bangsanya,” ujar Prof. Asep Warlan.

Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan ini, Konvensi Rakyat 2014 mestinya dimaknai secara positif oleh partai politik. Karena, dengan adanya Konvensi Rakyat ini, partai politik seharusnya merasa terbantu.

“Partai politik tidak akan kesulitan mencari figur untuk dicalonkan sebagai kandidat capres-cawapres, karena selain memiliki kader partai internal, Konvensi Rakyat juga akan memberikan alternatif calon yang kapabel,” ujarnya.

Prof. Asep Warlan juga mengingatkan perlunya keseriusan dari rakyat untuk melakukan perubahan. “Tanpa dukungan semua pihak dalam masyarakat, harapan bagi terwujudnya pemimpin Bangsa yang didambakan rakyat, tidak lebih dari sekadar keinginan dan wacana belaka,” katanya.

Sehingga itu, lanjut Prof. Asep, melalui Konvensi Rakyat yang akan melakukan serangkaian dialog publik di berbagai kota, para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, budayawan dan rohaniawan sangat diharapkan dapat mengkritisi para peserta konvensi. Konvensi Rakyat juga akan mengadakan survei terhadap nama-nama yang ikut kegiatan konvensi untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterpilihan mereka.

Sementara itu, Sekretaris Komite Konvensi, Rommy Fibri memastikan hingga pertengahan Desember siapapun masih bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti Konvensi Rakyat. Sejauh ini, ungkap dia, sudah ada puluhan peserta yang mendaftar.

Menurut Rommy Fibri, tidak ada pungutan apapun untuk mendaftar di Konvensi Rakyat. Hal ini perlu disampaikan mengingat Komite Konvensi ingin menegaskan sekali lagi bahwa seharusnya proses politik itu bisa murah. “Karena jika proses politik itu mahal, maka yang akan terjadi adalah korupsi, korupsi, dan korupsi,” katanya.

Dari seluruh uraian di atas dan jika dihubungkan dengan kondisi negara saat ini, maka nampak sekali memang bahwa persoalan utama kita saat ini adalah bagaimana dengan secara sadar bisa mencari dan memunculkan pemimpin yang benar-benar berasal dari rakyat dan untuk rakyat pula. Sebab, jika hanya mengandalkan capres yang hanya ditentukan menurut selera parpol (tanpa melibatkan rakyat), maka capres yang lahir itu adalah figur yang berasal dari parpol dan untuk parpol pula.

Sekali lagi, rakyat harus paham, bahwa negara kita ini bisa hancur jika hanya mengandalkan sistem yang sedang dijalankan saat ini tanpa ada upaya menempuh cara lainnya, di mana parpol bisa saja dibeli oleh para pemburu kekuasaan.

Bayangkan jika parpol bisa dibeli (seperti yang terjadi selama ini), maka suara pasti juga bisa dibeli. Sehingga ujung-ujungnya, kekuasaan adalah milik pribadi karena juga sudah dibeli. “….Sebab setelah terpilih mereka bilang mau ngapain lagi, kan sudah bayar,” lontar Rizal Ramli, tokoh nasional yang sangat giat melawan korupsi sejak dulu.

Olehnya itu, untuk mencegah lahirnya capres korup yang bisa membeli parpol sebagai kendaraannya, maka Konvensi Rakyat adalah cara yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk segera didukung penuh agar kekuasaan negara tidak jatuh ke tangan pemimpin yang korup lagi.
----------
Salam PERUBAHAN...!!!
-----------
*Sumber: Kompasiana

Kamis, 05 Desember 2013

KPK Sekarang Kayak Parpol?

[RR1online]
PADA musim Pemilu Presiden (Pilpres) 2914 ini, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) Abraham Samad,-entah disengaja atau tidak-, juga ikut disebut-sebut sebagai sosok yang layak dimajukan sebagai Cawapres.

Jika Abraham Samad ternyata berminat dan berambisi untuk benar-benar tergiur maju menjadi Cawapres, maka KPK sesungguhnya sudah seperti sebuah organisasi Partai Politik. (Parpol).

Padahal Abraham Samad sebagai Ketua KPK masih punya utang (janji) yang belum diwujudkan hingga saat ini.

BERIKUT ini adalah janji-janji Abraham Samad yang berhasil memukau sejumlah anggota DPR. Dan, “berkat” janji-janji itulah, anggota DPR kemudian lebih memilih Abraham Samad sebagai Ketua KPK dibanding kandidat lainnya. Yakni:

- Akan pulang kampung ke Makassar apabila dalam tempo setahun menduduki kursi Ketua KPK tidak mampu berbuat apa-apa. “Saya enggak perlu diminta turun (sebagai pimpinan). Satu tahun enggak bisa apa-apa, saya akan mundur.”

- Akan menuntaskan kasus-kasus yang tengah ditangani KPK. (Terutama kasus Bank  Century)

- Tidak akan pandang bulu terhadap siapa pun yang tersangkut korupsi, termasuk keluarganya. “Saudara saya pun saya gantung, jangankan orang lain, saudara yang dekat yang saya cintai akan saya gantung. Saya bicara semua on the track.”

- Mengabaikan intervensi dari pihak luar baik dari Istana maupun DPR.


Namun, janji yang pernah “dikampanyekan” (dilontarkan) Abraham Samad ketika fit and proper test itu, sampai kini belum juga mampu diwujudkan oleh Ketua KPK yang dilantik pada tanggal 16 Desember 2011 itu.

Abraham Samad nampaknya pandai berjanji, layaknya seorang calon kepala daerah yang berasal dari sebuah parpol tertentu, tetapi ketika telah berhasil terpilih, janji-janjinya sudah sangat sulit ditepati .

Bahkan janji itu kembali diulanginya lagi di hadapan DPR. “Agar menghilangkan dugaan politisasi kasus Bank Century, seperti yang dikemukakan teman-teman Demokrat seperti untuk mengulur-ulur sampai 2014, maka saya usulkan kasus Bank Century harus selesai tahun ini (2012),” kata Abraham Samad saat bertemu dengan Tim Pengawas Penyelesaian (Timwas) Bank Century DPR di Jakarta, Rabu (15/2/2012). Dikutip rol.

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengaku terpilihnya Abraham karena keberanian dia mundur jika tidak bisa menangani kasus. ”Saat pemaparan visi misi dalam jangka waktu setahun tidak bisa laksanakan kinerja sesuai harapan publik,kalau tidak sanggup dia akan mundur,” kata Suding.

Anggota Komisi III lainnya, Ahmad Yani, mengaku akan terus menagih janji  KPK untuk segera menindaklanjuti penanganan kasus Century. Karena KPK sudah menggeledah Gedung BI beberapa waktu lalu. “Tidak ada alasan KPK bekerja lamban dalam penanganan kasus ini,” paparnya.

Ahmad Yani berpendapat, kasus Bank Century sudah jelas siapa yang bertanggungjawab akan terbitnya kebijakan penyelamatan Bank Century. Ia berharap kerja cepat KPK akan menghapus keraguan publik yang menilai lamban pada komisi antirasuah.

“Sudah jelas semuanya siapa intelectual dader-nya. Aliran dananya itu sudah jelas semua. Janji KPK kita tunggu,” tegas Ahmad Yani yang juga anggota Timwas itu.

Bahkan Ketua DPP Partai NasDem Akbar Faizal juga secara terang-terangan telah menyebut nama SBY dan Boediono adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus bailout Bank Century. Sebab, SBY sebagai kepala negara pasti mengetahui aliran dana bailout Century Rp6,7 triliun itu.

Desakan untuk segera menetapkan Boediono sebagai tersangka juga telah dilontarkan secara tegas oleh Forum Gema 77-78 di Gedung KPK, Senin (2/12/2013).

Tetapi desakan maupun upaya menagih janji yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPR beserta komponen-komponen masyarakat, seperti mahasiswa hingga para ormas aktivis antikorupsi, sampai kini pun masih seakan tetap tidak dihiraukan oleh KPK.

Jika KPK ingin konsekuen dengan apa yang telah diucapkannya sebagai janji tersebut, maka Abraham Samad sejak 16 Desember 2012 semestinya sudah harus mengundurkan diri. Sebab menjelang memasuki tahun keduanya ini, KPK nyatanya masih belum mampu menuntaskan kasus Bank Century.

Padahal, diucapkan atau tidak, saat ini sesungguhnya di benak publik sudah tersimpan dua nama yang patut diseret ke pengadilan atas kejahatannya “merampok” uang negara melalui Bank Century. Yakni Boediono dan SBY, seperti yang dengan tegasnya pula telah diminta oleh Akbar Faizal dan Forum Gema 77-78 serta para aktivis antikorupsi di tanah air.

Publik pun makin memunculkan banyak pertanyaan dan sorotan terhadap KPK, di antaranya:
Ada apa sebenarnya KPK bisa sebegitu lambat menangani kasus Century??? Kenapa KPK terkesan cuma mengulur-ulur waktu?

Apakah KPK menunggu tanda tangan dan foto-copy KTP dari rakyat sebagai bentuk dukungan kayak parpol ketika lolos verifikasi??? Kalau memang tidak berani, maka lebih baik KPK dibubarkan saja..!!! Karena hanya membuang-buang energi dan uang negara yang juga tidak sedikit.

Atau karena saat ini sedang menghadapi Pemilu 2014, maka jangan-jangan KPK sudah berhasil dibujuk untuk “berkoalisi” dengan parpol penguasa, dan telah membangun deal-deal yang sudah disepakati…??? Kalau ini yang terjadi, maka KPK sudah layak disebut sebuah parpol yang hanya pandai berjanji tapi sulit ditepati. Ubah nama saja dari KPK menjadi PKK = Partai Komisi Korupsi (yakni partai yang dapat komisi/imbalan dari hasil korupsi).

Pertanyaan tentang KPK telah “berkoalisi” itu cuma sebatas dugaan. Tetapi, meski mungkin tidak ada hubungannya, namun ada pertanyaan yang agak mengusik pikiran saya. Yakni,  dari 10 pasangan calon walikota Makassar pada penyelenggaan Pemilukada yang baru saja diselenggarakan itu berhasil dimenangkan oleh pasangan yang diusung oleh parpol milik penguasa saat ini..??? Sekali lagi, mungkin ini tidak ada hubungannya.

Tetapi, logika politik saya berkata lain, yakni ketika warga Makassar tahu ada Abraham Samad yang sedang berjuang menangani kasus-kasus korupsi yang paling banyak menyeret kader-kader parpol penguasa, di sisi lain kok bisa-bisanya warga Makassar menjatuhkan pilihannya kepada pasangan tersebut..??? Silakan hubungkan dengan pertanyaan tentang KPK yang jangan-jangan telah berkoalisi dengan parpol penguasa tersebut di atas..!!!

Jika dugaan ini meleset, maka kemungkinan lainnya boleh saja menjadi penyebab lambatnya KPK menuntaskan kasus Century. Yakni, boleh jadi di dalam internal KPK sendiri telah terjadi politisasi, atau mungkin telah terbangun kubu-kubu di antara masing-masing anggota KPK..??? Entahlah..???

Semua dugaan tersebut di atas tidak menutup kemungkinan bisa terjadi di dalam tubuh KPK. Sebab kekuatan arus politik menjelang Pemilu 2014 seperti saat ini tentu akan semakin kuat dan dahsyat.

Tetapi jujur, publik masih sangat berharap agar KPK bisa segera secepatnya menepati janji-janjinya sebelum memasuki 2014. Jika tak mampu juga, maka jangan salahkan publik memunculkan berbagai dugaan yang sudah pasti bisa sangat pahit lagi untuk KPK.

Sehingga itu, saatnya KPK (terutama Abraham Samad) untuk segera menepati janji-janjinya sekaligus membuktikan bahwa pertanyaan-pertanyaan dan seluruh dugaan miring yang ada saat ini adalah tidak benar. Yakni dengan tanpa bertele-tele dan tidak mengulur waktu lagi untuk segera tuntaskan kasus Bank Century. Itu saja dulu…!!! Dan kurangi pencitraan..!!!! (map/ams)
——
Salam PERUBAHAN…!!!!!