Kategori: Opini*
[RR1online]:
SESUNGGUHNYA sampai detik ini belum ada partai politik (parpol) yang mampu memberikan PENYELESAIAN secara tegas dan nyata terhadap seluruh persoalan yang sedang melilit di negeri ini. Sehingga para parpol yang menghuni Senayan saat ini boleh dikata sebetulnya 99,99 persen telah GAGAL TOTAL dalam mengemban amanah rakyat. Sebaliknya, mereka (para parpol) berhasil dan sukses 100 pesen memperkaya diri masing-masing.
Buktinya, kondisi bangsa dan negara di semua sektor sejauh ini makin “teramat parah”. Moral rakyat banyak dirusak oleh para elit parpol dan pejabat negara yang lebih banyak memberi contoh negatif.
Masalah ekonomi yang terus terpuruk dan sangat sulit dikendalikan dan dibenahi oleh pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Sehingga tak sedikit rakyat kita terpaksa memilih mencuri karena hanya ingin mempertahankan hidup.
Di sisi lain, hukum dan politik justru sangat gampang dikendalikan karena dapat menjadi “alat pemuas” buat kelompok-kelompok tertentu. Makanya tak sedikit pejabat negara yang merasa PD (percaya diri) leluasa merampok uang negara. Mengapa…???
Karena Bendera Merah Putih, UUD 1945, Pancasila, Garuda sebagai Lambang Negara dan foto Presiden beserta wakil Presiden yang terpajang di dinding gedung-gedung pemerintahan seakan hanya sebagai mantra dan jimat bagi para koruptor. Agama bahkan tak jarang hanya dijadikan sebagai topeng untuk mengelabui mata rakyat.
Dan parahnya, rakyat pun begitu gampangnya tertipu, lalu saling serang-menyerang, hujat-menghujat, caci dan memaki, bahkan saling bentrok satu dengan lainnya hanya karena membela dan mendukung figur dari parpol masing-masing. Bahkan masih ada juga kelompok dari rakyat yang terang-terangan membela seorang gubernur terduga sebagai koruptor dengan menantang KPK untuk adu jotos. Sungguh menjijikkan dan memalukan…!!!
Itulah salah satu bukti, bahwa sesungguhnya bangsa dan negara kita saat ini memang sudah rusak sangat parah akibat sistem Pemilu yang bisa “mengizinkan setan (penjahat)” untuk menjadi kepala daerah dan atau kepala negara melalui politik transaksional. Dan politik transaksional inilah yang dapat membuat parpol menjadi “kaya raya”. Selanjutnya, akan semakin bertambah kaya lagi jika “setan” tersebut berhasil memenangkan Pilkada/Pilpres. Jadi tak usah heran jika sistem Pemilu tersebut masih terus dipertahankan oleh para parpol yang bercokol di Senayan saat ini.
Olehnya itu, dewa sekali pun yang dimunculkan sebagai capres dari hasil penggodokan parpol korup, itu tidak akan mungkin saya pilih. Jika memberikan uang, maka uangnya saya ambil, namun capresnya tidak akan saya pilih. Percaya..!!! Sebab, ketika dewa itu menyatakan siap maju sebagai capres dari salah satu parpol korup, maka di saat itu jiwa dewa tersebut sesungguhnya sudah menjelma menjadi “seekor iblis”.
KONVENSI RAKYAT
Sebagai salah satu alternatif solusi dalam menjalankan sistem Pemilu kita secara demokrasi dengan benar, yakni para parpol hendaknya sebisa mungkin merekrut capres dari hasil konvensi rakyat yang diselenggarakan oleh kelompok non-parpol.
Sebab saya melihat, konvensi rakyat cenderung lebih murni dan objektif karena mulai dari pendaftarannya hingga penentuannya diserahkan kepada dan menurut selera rakyat, bukan selera parpol yang lebih banyak menganut politik transaksional.
Seperti diketahui, pada 10 Nopember hingga 10 Desember 2013 yang lalu Komite Konvensi Rakyat telah membuka pendaftaran bagi anak bangsa untuk mengikuti pemilihan sebagai kandidat Capres 2014.
Dan pada masa pendaftaran tersebut, Komite KRC (Konvensi Rakyat Capres) telah menerima sebanyak 25 pendaftar yang telah mengajukan diri sebagai peserta. Namun pada tahap seleksi akhir, komite hanya menetapkan 7 (tujuh) kandidat capres pada 19 Desember 2013 yang lalu.
Adapun ketujuh kandidat capres 2014 tersebut adalah:
1. Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusis, dan mantan Menteri Sekretaris Negara)
2. Rizal Ramli (Mantan Menteri Koordinator Perekonomian, dan mantan Menteri Keuangan)
3. Isran Noor (Bupati Kutai Timur)
4. Sofjan Saury Siregar (Rektor Islamic University of Europe Rotterdam-Holland, Belanda)
5. Ricky Sutanto (Pengusaha)
6. Anni Iwasaki (novelis, Aktivis Perempuan Indonesia di Jepang)
7. Tony Ardie (Mantan aktivis, dan mantan Ketua Umum PB HMI)
Jika diperhatikan, masing-masing kandidat capres Konvensi Rakyat tersebut memiliki latar-belakang yang berbeda-beda. Yakni, ada seorang ekonom senior, pakar hukum tata-negara, akademisi, entrepreneur kelas atas, kepala daerah (spesifikasi ahli pertanian), penulis (perempuan), serta aktivis.
Selanjutnya, demi melahirkan kandidat capres pilihan rakyat, Komite kemudian memboyong para peserta untuk dapat melakukan debat publik di 6 kota besar. Yakni, dimulai pada 5 Januari 2014 di kota Surabaya, Medan (19/1/2014), Balikpapan (2/2/2014), Makassar (16/2/2014), Bandung (2/3/2014) dan Jakarta (9/3/2014).
Meski mungkin ketujuh kandidat Capres Konvensi Rakyat itu belum memenuhi selera sejumlah masyarakat, tetapi mereka (ketujuhnya) paling tidak masih lebih baik dibanding seorang dewa yang maju sebagai capres melalui parpol korup.
SALAM PERUBAHAN…!!!
[RR1online]:
SESUNGGUHNYA sampai detik ini belum ada partai politik (parpol) yang mampu memberikan PENYELESAIAN secara tegas dan nyata terhadap seluruh persoalan yang sedang melilit di negeri ini. Sehingga para parpol yang menghuni Senayan saat ini boleh dikata sebetulnya 99,99 persen telah GAGAL TOTAL dalam mengemban amanah rakyat. Sebaliknya, mereka (para parpol) berhasil dan sukses 100 pesen memperkaya diri masing-masing.
Buktinya, kondisi bangsa dan negara di semua sektor sejauh ini makin “teramat parah”. Moral rakyat banyak dirusak oleh para elit parpol dan pejabat negara yang lebih banyak memberi contoh negatif.
Masalah ekonomi yang terus terpuruk dan sangat sulit dikendalikan dan dibenahi oleh pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Sehingga tak sedikit rakyat kita terpaksa memilih mencuri karena hanya ingin mempertahankan hidup.
Di sisi lain, hukum dan politik justru sangat gampang dikendalikan karena dapat menjadi “alat pemuas” buat kelompok-kelompok tertentu. Makanya tak sedikit pejabat negara yang merasa PD (percaya diri) leluasa merampok uang negara. Mengapa…???
Karena Bendera Merah Putih, UUD 1945, Pancasila, Garuda sebagai Lambang Negara dan foto Presiden beserta wakil Presiden yang terpajang di dinding gedung-gedung pemerintahan seakan hanya sebagai mantra dan jimat bagi para koruptor. Agama bahkan tak jarang hanya dijadikan sebagai topeng untuk mengelabui mata rakyat.
Dan parahnya, rakyat pun begitu gampangnya tertipu, lalu saling serang-menyerang, hujat-menghujat, caci dan memaki, bahkan saling bentrok satu dengan lainnya hanya karena membela dan mendukung figur dari parpol masing-masing. Bahkan masih ada juga kelompok dari rakyat yang terang-terangan membela seorang gubernur terduga sebagai koruptor dengan menantang KPK untuk adu jotos. Sungguh menjijikkan dan memalukan…!!!
Itulah salah satu bukti, bahwa sesungguhnya bangsa dan negara kita saat ini memang sudah rusak sangat parah akibat sistem Pemilu yang bisa “mengizinkan setan (penjahat)” untuk menjadi kepala daerah dan atau kepala negara melalui politik transaksional. Dan politik transaksional inilah yang dapat membuat parpol menjadi “kaya raya”. Selanjutnya, akan semakin bertambah kaya lagi jika “setan” tersebut berhasil memenangkan Pilkada/Pilpres. Jadi tak usah heran jika sistem Pemilu tersebut masih terus dipertahankan oleh para parpol yang bercokol di Senayan saat ini.
Olehnya itu, dewa sekali pun yang dimunculkan sebagai capres dari hasil penggodokan parpol korup, itu tidak akan mungkin saya pilih. Jika memberikan uang, maka uangnya saya ambil, namun capresnya tidak akan saya pilih. Percaya..!!! Sebab, ketika dewa itu menyatakan siap maju sebagai capres dari salah satu parpol korup, maka di saat itu jiwa dewa tersebut sesungguhnya sudah menjelma menjadi “seekor iblis”.
KONVENSI RAKYAT
Sebagai salah satu alternatif solusi dalam menjalankan sistem Pemilu kita secara demokrasi dengan benar, yakni para parpol hendaknya sebisa mungkin merekrut capres dari hasil konvensi rakyat yang diselenggarakan oleh kelompok non-parpol.
Sebab saya melihat, konvensi rakyat cenderung lebih murni dan objektif karena mulai dari pendaftarannya hingga penentuannya diserahkan kepada dan menurut selera rakyat, bukan selera parpol yang lebih banyak menganut politik transaksional.
Seperti diketahui, pada 10 Nopember hingga 10 Desember 2013 yang lalu Komite Konvensi Rakyat telah membuka pendaftaran bagi anak bangsa untuk mengikuti pemilihan sebagai kandidat Capres 2014.
Dan pada masa pendaftaran tersebut, Komite KRC (Konvensi Rakyat Capres) telah menerima sebanyak 25 pendaftar yang telah mengajukan diri sebagai peserta. Namun pada tahap seleksi akhir, komite hanya menetapkan 7 (tujuh) kandidat capres pada 19 Desember 2013 yang lalu.
Adapun ketujuh kandidat capres 2014 tersebut adalah:
1. Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusis, dan mantan Menteri Sekretaris Negara)
2. Rizal Ramli (Mantan Menteri Koordinator Perekonomian, dan mantan Menteri Keuangan)
3. Isran Noor (Bupati Kutai Timur)
4. Sofjan Saury Siregar (Rektor Islamic University of Europe Rotterdam-Holland, Belanda)
5. Ricky Sutanto (Pengusaha)
6. Anni Iwasaki (novelis, Aktivis Perempuan Indonesia di Jepang)
7. Tony Ardie (Mantan aktivis, dan mantan Ketua Umum PB HMI)
Kandidat Capres 2014 Konvensi Rakyat. |
Jika diperhatikan, masing-masing kandidat capres Konvensi Rakyat tersebut memiliki latar-belakang yang berbeda-beda. Yakni, ada seorang ekonom senior, pakar hukum tata-negara, akademisi, entrepreneur kelas atas, kepala daerah (spesifikasi ahli pertanian), penulis (perempuan), serta aktivis.
Selanjutnya, demi melahirkan kandidat capres pilihan rakyat, Komite kemudian memboyong para peserta untuk dapat melakukan debat publik di 6 kota besar. Yakni, dimulai pada 5 Januari 2014 di kota Surabaya, Medan (19/1/2014), Balikpapan (2/2/2014), Makassar (16/2/2014), Bandung (2/3/2014) dan Jakarta (9/3/2014).
Meski mungkin ketujuh kandidat Capres Konvensi Rakyat itu belum memenuhi selera sejumlah masyarakat, tetapi mereka (ketujuhnya) paling tidak masih lebih baik dibanding seorang dewa yang maju sebagai capres melalui parpol korup.
SALAM PERUBAHAN…!!!
---------------
*Sumber: Kompasiana