Kategori: Opini*
[RR1online]:
SAAT ini negara dan bangsa Indonesia betul-betul sangat disibukkan dengan urusan korupsi. Mulai dari mengorupsi proyek-proyek APBN/APBD, hingga kepada “perampokan” bank dengan berbagai modus yang dilakukan oleh para elit parpol korup berserta keluarga dan kroninya.
Sungguh, uang rakyat (negara) ini benar-benar disantap oleh para pejabat dan elit parpol dengan sangat lahapnya di bawah kendali para penguasa korup. Dagingnya dihabisi, dan rakyat pun hanya berebut tulang. Lalu apakah kita masih harus memilih pemimpin korup dari parpol yang korup pula..??? Jika “yaa...” Sungguh terlalu…!????!
Kesadaran, kekompakkan dan kesepakatan rakyat sangat-sangat dibutuhkan agar tidak lagi memberi kesempatan kepada parpol korup untuk secara leluasa melahirkan pemimpin yang hanya identik dengan seorang “perampok”.
Rakyat harus sadar, bahwa jauh-jauh hari sebelum pemilu, para parpol korup sesungguhnya telah menyiapkan beberapa kader untuk dapat dilahirkan dan dimunculkan sebagai “pewaris” yang akan melanjutkan kekuasaan korup mereka.
Rakyat juga harus sadar, bahwa para parpol korup sampai kiamat pun tidak akan mungkin melahirkan pemimpin yang jujur, pemimpin yang amanah, dan pemimpin yang teguh mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan parpolnya.
Coba tengok saja, selama ini apakah pernah ada parpol yang mampu benar-benar memunculkan aspirasi rakyat dalam menentukan dan melahirkan calon pemimpin yang dikehendaki oleh rakyat..???
Mulai dari Soeharto hingga kepada penentuan Boediono untuk mendampingi SBY pada Pilpres 2009 saja..apakah pernah rakyat dilibatkan..??? Kemunculan mereka (para pemimpin) itu bagai tuyul yang tiba-tiba nongol, entah dengan dasar apa bisa tiba-tiba muncul dan ditetapkan sebagai capres, juga cawapres. Sungguh misterius..!? Dan inilah salah satu bukti, bahwa parpol korup sebetulnya hanya lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya daripada untuk kepentingan rakyat.
Olehnya itu, rakyat hendaknya benar-benar harus bisa membedakan mana arti “mencari” dan mana arti “memilih” pemimpin..!!!
Selama ini, kita sebagai rakyat setiap kali pemilu atau pilpres sebetulnya hanya disuruh “pilih”, tapi tidak pernah dilibatkan “mencari dan menentukan” sosok-sosok yang patut untuk menjadi pilihan rakyat. Itu dulu yang harus dipahami..!!!
Para calon presiden (capres) hanya selalu dicari dan ditentukan oleh parpol. Setelah ditemui dan ditetapkan sebagai capres, maka giliran KPU yang melakukan ajakan (paling banyak melalui iklan) mengimbau agar rakyat segera memilih dan menggunakan hak pilihnya dengan sebuah alasan klasik, yakni: demi menyukseskan pemilu.
Dari situ, rakyat seharus sadar, bahwa sesungguhnya bukan pemilu yang harus disukseskan, namun sebagai prioritas adalah bagaimana menyukseskan “pencarian” calon pemimpin (capres) terlebih dahulu agar pemilu dapat terselenggara dengan sukses. Tentu saja capres yang ingin dicari itu adalah sesuai selera rakyat, bukan semata selera yang hanya menguntungkan parpol.
Pemilu (Pilpres) tidak diminta untuk disukseskan pun pasti diyakini akan berjalan sukses. Yakni apabila capres yang disuguhkan oleh parpol tersebut adalah benar-benar sesuai dengan selera rakyat. Tetapi jika hanya dominan menurut selera parpol, maka angka golput akan selalu bertambah, dan situasi pilpres akan selalu dipenuhi dengan kecurangan. Akibatnya, ini bisa memicu terjadinya konflik antar para pendukung. Mengapa..???
Sebab, capres-capres yang tersaji tersebut hanya berasal dan ditentukan oleh para parpol yang masing-masing hanya lebih mengandalkan kekuatan uang. Artinya, rakyat dipaksa bersaing secara ekstrim dan fanatik untuk mendukung dan membela figur masing-masing dari parpol tertentu karena hanya didorong oleh kekuatan money-politic demi mewujudkan deal-deal kepentingan politik, bukan kepentingan rakyat.
Proses dan sistem seperti inilah sesungguhnya yang justru selama ini membuka dan memberi kesempatan bagi “perampok atau penjahat” pun bisa menjadi capres, lalu menjadi penguasa. Dan hanya rakyatlah yang bisa menghentikan sistem yang sangat buruk itu. Salah satunya adalah dengan melalui Konvensi Capres yang dilakukan langsung oleh rakyat, bukan yang dilakukan oleh parpol.
Saya setuju dengan statement Aristides Katoppo (anggota Komite Konvensi Rakyat) yang menyebutkan, bahwa kader-kader terbaik bangsa yang selama ini tidak terwadahi dalam partai politik maupun organisasi politik manapun, bisa mencalonkan dirinya (melalui Konvensi Rakyat) demi memperbaiki nasib bangsa ke depan.
“Dalam proses penjaringannya, Konvensi Rakyat jauh dari proses-proses yang tidak demokratis dan bebas politik uang,” kata Aristides Katoppo dalam keterangan persnya, Senin (2/12/2013).
Semestinya, kata Aristides, partai politik berpikir untuk mengambil calon yang nantinya muncul dari Konvensi Rakyat, yakni sebagai bentuk keberpihakan partai politik terhadap rakyat.
Aristides tidak membatah bahwa hanya parpol yang bisa mengajukan calon presiden. Tetapi, menurutnya, justru dengan hak politik tersebut parpol harusnya serius mencari calon presiden yang benar-benar diinginkan oleh rakyat.
Dalam catatan Aristides, masyarakat saat ini sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap partai politik lantaran banyaknya orang partai yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi. “Hal ini harus diantisipasi parpol dengan bijaksana dan merangkul rakyat dengan cara mengakomodasi calon-calon yang muncul dari Konvensi Rakyat,” ujarnya.
Sementara itu anggota Komite Konvensi Rakyat lainnya, Profesor Asep Warlan Yusuf, menegaskan, kini saatnya momentum bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang berkualitas, kredibel, dan bersih. “Dalam suasana kebatinan politik seperti ini, masyarakat harus proaktif untuk mencari dan menemukan tokoh yang akan memimpin diri dan bangsanya,” ujar Prof. Asep Warlan.
Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan ini, Konvensi Rakyat 2014 mestinya dimaknai secara positif oleh partai politik. Karena, dengan adanya Konvensi Rakyat ini, partai politik seharusnya merasa terbantu.
“Partai politik tidak akan kesulitan mencari figur untuk dicalonkan sebagai kandidat capres-cawapres, karena selain memiliki kader partai internal, Konvensi Rakyat juga akan memberikan alternatif calon yang kapabel,” ujarnya.
Prof. Asep Warlan juga mengingatkan perlunya keseriusan dari rakyat untuk melakukan perubahan. “Tanpa dukungan semua pihak dalam masyarakat, harapan bagi terwujudnya pemimpin Bangsa yang didambakan rakyat, tidak lebih dari sekadar keinginan dan wacana belaka,” katanya.
Sehingga itu, lanjut Prof. Asep, melalui Konvensi Rakyat yang akan melakukan serangkaian dialog publik di berbagai kota, para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, budayawan dan rohaniawan sangat diharapkan dapat mengkritisi para peserta konvensi. Konvensi Rakyat juga akan mengadakan survei terhadap nama-nama yang ikut kegiatan konvensi untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterpilihan mereka.
Sementara itu, Sekretaris Komite Konvensi, Rommy Fibri memastikan hingga pertengahan Desember siapapun masih bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti Konvensi Rakyat. Sejauh ini, ungkap dia, sudah ada puluhan peserta yang mendaftar.
Menurut Rommy Fibri, tidak ada pungutan apapun untuk mendaftar di Konvensi Rakyat. Hal ini perlu disampaikan mengingat Komite Konvensi ingin menegaskan sekali lagi bahwa seharusnya proses politik itu bisa murah. “Karena jika proses politik itu mahal, maka yang akan terjadi adalah korupsi, korupsi, dan korupsi,” katanya.
Dari seluruh uraian di atas dan jika dihubungkan dengan kondisi negara saat ini, maka nampak sekali memang bahwa persoalan utama kita saat ini adalah bagaimana dengan secara sadar bisa mencari dan memunculkan pemimpin yang benar-benar berasal dari rakyat dan untuk rakyat pula. Sebab, jika hanya mengandalkan capres yang hanya ditentukan menurut selera parpol (tanpa melibatkan rakyat), maka capres yang lahir itu adalah figur yang berasal dari parpol dan untuk parpol pula.
Sekali lagi, rakyat harus paham, bahwa negara kita ini bisa hancur jika hanya mengandalkan sistem yang sedang dijalankan saat ini tanpa ada upaya menempuh cara lainnya, di mana parpol bisa saja dibeli oleh para pemburu kekuasaan.
Bayangkan jika parpol bisa dibeli (seperti yang terjadi selama ini), maka suara pasti juga bisa dibeli. Sehingga ujung-ujungnya, kekuasaan adalah milik pribadi karena juga sudah dibeli. “….Sebab setelah terpilih mereka bilang mau ngapain lagi, kan sudah bayar,” lontar Rizal Ramli, tokoh nasional yang sangat giat melawan korupsi sejak dulu.
Olehnya itu, untuk mencegah lahirnya capres korup yang bisa membeli parpol sebagai kendaraannya, maka Konvensi Rakyat adalah cara yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk segera didukung penuh agar kekuasaan negara tidak jatuh ke tangan pemimpin yang korup lagi.
----------
Salam PERUBAHAN...!!!
-----------
*Sumber: Kompasiana
Sungguh, uang rakyat (negara) ini benar-benar disantap oleh para pejabat dan elit parpol dengan sangat lahapnya di bawah kendali para penguasa korup. Dagingnya dihabisi, dan rakyat pun hanya berebut tulang. Lalu apakah kita masih harus memilih pemimpin korup dari parpol yang korup pula..??? Jika “yaa...” Sungguh terlalu…!????!
Kesadaran, kekompakkan dan kesepakatan rakyat sangat-sangat dibutuhkan agar tidak lagi memberi kesempatan kepada parpol korup untuk secara leluasa melahirkan pemimpin yang hanya identik dengan seorang “perampok”.
Rakyat harus sadar, bahwa jauh-jauh hari sebelum pemilu, para parpol korup sesungguhnya telah menyiapkan beberapa kader untuk dapat dilahirkan dan dimunculkan sebagai “pewaris” yang akan melanjutkan kekuasaan korup mereka.
Rakyat juga harus sadar, bahwa para parpol korup sampai kiamat pun tidak akan mungkin melahirkan pemimpin yang jujur, pemimpin yang amanah, dan pemimpin yang teguh mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan parpolnya.
Coba tengok saja, selama ini apakah pernah ada parpol yang mampu benar-benar memunculkan aspirasi rakyat dalam menentukan dan melahirkan calon pemimpin yang dikehendaki oleh rakyat..???
Mulai dari Soeharto hingga kepada penentuan Boediono untuk mendampingi SBY pada Pilpres 2009 saja..apakah pernah rakyat dilibatkan..??? Kemunculan mereka (para pemimpin) itu bagai tuyul yang tiba-tiba nongol, entah dengan dasar apa bisa tiba-tiba muncul dan ditetapkan sebagai capres, juga cawapres. Sungguh misterius..!? Dan inilah salah satu bukti, bahwa parpol korup sebetulnya hanya lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya daripada untuk kepentingan rakyat.
Olehnya itu, rakyat hendaknya benar-benar harus bisa membedakan mana arti “mencari” dan mana arti “memilih” pemimpin..!!!
Selama ini, kita sebagai rakyat setiap kali pemilu atau pilpres sebetulnya hanya disuruh “pilih”, tapi tidak pernah dilibatkan “mencari dan menentukan” sosok-sosok yang patut untuk menjadi pilihan rakyat. Itu dulu yang harus dipahami..!!!
Para calon presiden (capres) hanya selalu dicari dan ditentukan oleh parpol. Setelah ditemui dan ditetapkan sebagai capres, maka giliran KPU yang melakukan ajakan (paling banyak melalui iklan) mengimbau agar rakyat segera memilih dan menggunakan hak pilihnya dengan sebuah alasan klasik, yakni: demi menyukseskan pemilu.
Dari situ, rakyat seharus sadar, bahwa sesungguhnya bukan pemilu yang harus disukseskan, namun sebagai prioritas adalah bagaimana menyukseskan “pencarian” calon pemimpin (capres) terlebih dahulu agar pemilu dapat terselenggara dengan sukses. Tentu saja capres yang ingin dicari itu adalah sesuai selera rakyat, bukan semata selera yang hanya menguntungkan parpol.
Pemilu (Pilpres) tidak diminta untuk disukseskan pun pasti diyakini akan berjalan sukses. Yakni apabila capres yang disuguhkan oleh parpol tersebut adalah benar-benar sesuai dengan selera rakyat. Tetapi jika hanya dominan menurut selera parpol, maka angka golput akan selalu bertambah, dan situasi pilpres akan selalu dipenuhi dengan kecurangan. Akibatnya, ini bisa memicu terjadinya konflik antar para pendukung. Mengapa..???
Sebab, capres-capres yang tersaji tersebut hanya berasal dan ditentukan oleh para parpol yang masing-masing hanya lebih mengandalkan kekuatan uang. Artinya, rakyat dipaksa bersaing secara ekstrim dan fanatik untuk mendukung dan membela figur masing-masing dari parpol tertentu karena hanya didorong oleh kekuatan money-politic demi mewujudkan deal-deal kepentingan politik, bukan kepentingan rakyat.
Proses dan sistem seperti inilah sesungguhnya yang justru selama ini membuka dan memberi kesempatan bagi “perampok atau penjahat” pun bisa menjadi capres, lalu menjadi penguasa. Dan hanya rakyatlah yang bisa menghentikan sistem yang sangat buruk itu. Salah satunya adalah dengan melalui Konvensi Capres yang dilakukan langsung oleh rakyat, bukan yang dilakukan oleh parpol.
Saya setuju dengan statement Aristides Katoppo (anggota Komite Konvensi Rakyat) yang menyebutkan, bahwa kader-kader terbaik bangsa yang selama ini tidak terwadahi dalam partai politik maupun organisasi politik manapun, bisa mencalonkan dirinya (melalui Konvensi Rakyat) demi memperbaiki nasib bangsa ke depan.
“Dalam proses penjaringannya, Konvensi Rakyat jauh dari proses-proses yang tidak demokratis dan bebas politik uang,” kata Aristides Katoppo dalam keterangan persnya, Senin (2/12/2013).
Semestinya, kata Aristides, partai politik berpikir untuk mengambil calon yang nantinya muncul dari Konvensi Rakyat, yakni sebagai bentuk keberpihakan partai politik terhadap rakyat.
Aristides tidak membatah bahwa hanya parpol yang bisa mengajukan calon presiden. Tetapi, menurutnya, justru dengan hak politik tersebut parpol harusnya serius mencari calon presiden yang benar-benar diinginkan oleh rakyat.
Dalam catatan Aristides, masyarakat saat ini sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap partai politik lantaran banyaknya orang partai yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi. “Hal ini harus diantisipasi parpol dengan bijaksana dan merangkul rakyat dengan cara mengakomodasi calon-calon yang muncul dari Konvensi Rakyat,” ujarnya.
Sementara itu anggota Komite Konvensi Rakyat lainnya, Profesor Asep Warlan Yusuf, menegaskan, kini saatnya momentum bagi masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang berkualitas, kredibel, dan bersih. “Dalam suasana kebatinan politik seperti ini, masyarakat harus proaktif untuk mencari dan menemukan tokoh yang akan memimpin diri dan bangsanya,” ujar Prof. Asep Warlan.
Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan ini, Konvensi Rakyat 2014 mestinya dimaknai secara positif oleh partai politik. Karena, dengan adanya Konvensi Rakyat ini, partai politik seharusnya merasa terbantu.
“Partai politik tidak akan kesulitan mencari figur untuk dicalonkan sebagai kandidat capres-cawapres, karena selain memiliki kader partai internal, Konvensi Rakyat juga akan memberikan alternatif calon yang kapabel,” ujarnya.
Prof. Asep Warlan juga mengingatkan perlunya keseriusan dari rakyat untuk melakukan perubahan. “Tanpa dukungan semua pihak dalam masyarakat, harapan bagi terwujudnya pemimpin Bangsa yang didambakan rakyat, tidak lebih dari sekadar keinginan dan wacana belaka,” katanya.
Sehingga itu, lanjut Prof. Asep, melalui Konvensi Rakyat yang akan melakukan serangkaian dialog publik di berbagai kota, para akademisi, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, budayawan dan rohaniawan sangat diharapkan dapat mengkritisi para peserta konvensi. Konvensi Rakyat juga akan mengadakan survei terhadap nama-nama yang ikut kegiatan konvensi untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterpilihan mereka.
Sementara itu, Sekretaris Komite Konvensi, Rommy Fibri memastikan hingga pertengahan Desember siapapun masih bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti Konvensi Rakyat. Sejauh ini, ungkap dia, sudah ada puluhan peserta yang mendaftar.
Menurut Rommy Fibri, tidak ada pungutan apapun untuk mendaftar di Konvensi Rakyat. Hal ini perlu disampaikan mengingat Komite Konvensi ingin menegaskan sekali lagi bahwa seharusnya proses politik itu bisa murah. “Karena jika proses politik itu mahal, maka yang akan terjadi adalah korupsi, korupsi, dan korupsi,” katanya.
Dari seluruh uraian di atas dan jika dihubungkan dengan kondisi negara saat ini, maka nampak sekali memang bahwa persoalan utama kita saat ini adalah bagaimana dengan secara sadar bisa mencari dan memunculkan pemimpin yang benar-benar berasal dari rakyat dan untuk rakyat pula. Sebab, jika hanya mengandalkan capres yang hanya ditentukan menurut selera parpol (tanpa melibatkan rakyat), maka capres yang lahir itu adalah figur yang berasal dari parpol dan untuk parpol pula.
Sekali lagi, rakyat harus paham, bahwa negara kita ini bisa hancur jika hanya mengandalkan sistem yang sedang dijalankan saat ini tanpa ada upaya menempuh cara lainnya, di mana parpol bisa saja dibeli oleh para pemburu kekuasaan.
Bayangkan jika parpol bisa dibeli (seperti yang terjadi selama ini), maka suara pasti juga bisa dibeli. Sehingga ujung-ujungnya, kekuasaan adalah milik pribadi karena juga sudah dibeli. “….Sebab setelah terpilih mereka bilang mau ngapain lagi, kan sudah bayar,” lontar Rizal Ramli, tokoh nasional yang sangat giat melawan korupsi sejak dulu.
Olehnya itu, untuk mencegah lahirnya capres korup yang bisa membeli parpol sebagai kendaraannya, maka Konvensi Rakyat adalah cara yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk segera didukung penuh agar kekuasaan negara tidak jatuh ke tangan pemimpin yang korup lagi.
----------
Salam PERUBAHAN...!!!
-----------
*Sumber: Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar