Senin, 26 Agustus 2013

Pemimpin Sekarang Sumber Masalah, bukan Pemberi Solusi


Jakarta, [RR1online]
SEJATINYA
, sebut saja yaitu presiden (dan para jajaran di bawahnya) adalah pemimpin yang diberi amanah untuk memberikan solusi terhadap masalah-masalah di negeri ini, bukan malah membuat masalah yang dapat menyusahkan rakyatnya. Lihat saja, berapa banyak gubernur, bupati/walikota yang tersangkut masalah korupsi dan tindakan penyalahgunaan jabatan? Berapa banyak anggota legislatif (DPR/DPRD) dari kader parpol, juga PNS, perwira Polri/TNI yang mendadak kaya raya? Padahal, gaji bulanan tak memuluskan mereka untuk menjadi kaya raya secara mendadak.

Meski harus diakui, bahwa sesungguhnya (mungkin) ada juga kader parpol di dewan, PNS, Perwira Polri/TNI yang memiliki mental dan moral serta jiwa pengabdian tinggi, yang lebih fokus melaksanakan tugas dengan baik, lalu menikmati hasil keringat sendiri yang menjadi haknya (bukan menikmati hak orang lain) dengan penuh rasa syukur.

Jika para pemimpin saat ini beserta para jajarannya dapat menjalan tugasnya dengan penuh tanggungjawab sesuai yang diamanahkan dari rakyat, maka tentunya rakyat tidak akan menjerit mengeluh terhadap masalah-masalah berat yang dihadapi seperti saat ini.

Mau hitung berapa banyak keluhan rakyat tentang kesusahan yang melilit hidup mereka dari waktu ke waktu? Sungguh tak terhitung lagi!

Mulai dari keluhan tentang ekonomi rumah tangga, masalah keadilan hukum, masalah jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, masalah energi (listrik, BBM dll), masalah lapangan kerja, masalah pelayanan publik, masalah hutan dan lingkungan, keluhan para petani dan nelayan, keluhan para buruh, masalah eksploitasi SDA oleh negara asing, hingga kepada masalah korupsi yang hingga saat ini juga tak kunjung dapat diselesaikan.

Akibatnya, ekonomi Indonesia pun makin terpuruk, saat ini bahkan nilai rupiah jadi anjlok. Ke mana presiden kita, ke mana menteri-menteri kita? Apa yang dilakukan oleh kepala daerah dan wakil-wakil rakyat kita di DPD/DPR/DPRD…???

Jangan bilang, bahwa mereka sampai saat ini masih sedang berusaha mencari solusi melalui rapat-rapat, diskusi, studi banding, bimtek dan lain sebagainya untuk mengatasi keluhan dan kesusahan rakyat. Jangan bilang, bahwa mereka saat ini masih sedang mencoba mencari strategi untuk kepentingan rakyat. Sebab, sejak era Reformasi lahir hingga hampir 2 priode kepemimpinan era SBY sebagai presiden, belum ada yang bisa ditunjuk sebagai hasil yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, yakni kesejahteraan orang-orang miskin yang hingga saat ini masih terus terhimpit oleh masalah ekonomi tanpa ada solusi dari pemerintah.

Lalu apa yang dilakukan oleh penguasa beserta para jajarannya saat ini? Hehehee… mudah saja ditebak. Karena telah mendekati Pemilu 2014, maka boleh jadi mereka saat ini lebih fokus melakukan kegiatan untuk kepentingan kemenangan parpol mereka masing-masing pada Pemilu 2014, dibanding harus repot-repot fokus mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah rakyat yang sudah begitu tingginya menumpuk. Masih ingat saat SBY menggunakan Istana Negara untuk urusan dan kepentingan partainya?

Melihat dan mengetahui begitu banyak masalah saat ini, maka tak salah jika Tokoh Oposisi Nasional yang terus menyuarakan Perubahan, Rizal Ramli, menyebut bahwa Pemimpin sekarang ini adalah sumber masalah, bukan pemberi solusi. “Pemimpin sekarang bukan bagian dari solusi tapi bagian dari masalah,” lontar Rizal Ramli beberapa waktu silam dalam pidatonya di sebuah acara yang bertemakan: “Perubahan Adalah Jawaban,  Perubahan Sekarang Juga”.

Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARuP) ini bahkan menegaskan, bahwa pemimpin yang berkuasa saat ini tidak mampu membuat terobosan (kecuali album lagu dsb) yang bisa menyejahterakan rakyat karena terlalu berpihak pada sistem perekonomian Neo Liberal, yang sangat berpihak kepada kepentingan negara asing daripada keuntungan negara sendiri, yang membuat rakyat benar-benar miskin, dan ekonomi bangsa jadi melemah.

Rizal Ramli menyebutkan, yang bisa menyelamatkan negeri ini hanyalah gerakan Perubahan dari rakyat. Perubahan tidak hanya sekadar kata, tetapi harus digerakkan untuk mengubah kepemimpinan nasional yang lemah dan bermasalah dengan kepemimpinan yang lebih efektif dan sungguh-sungguh menegakkan konstitusi, terutama dalam bidang ekonomi, politik, hukum, serta bidang sosial.

“Perubahan harus dilakukan untuk menghentikan demokrasi kriminal, lalu membangun demokrasi yang betul-betul bekerja untuk kepentingan rakyat,” ajak Menko Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid ini.

Rizal Ramli selama ini sebetulnya tidak hanya mengkritik, tetapi juga diikuti dengan pemberian solusi, tetapi pemerintah enggan menerima solusi dari tokoh ekonom senior itu. Misalnya, Rizal Ramli mengajak Pemerintah agar meningkatkan penggunaan gas dalam pembangkit listrik secara nasional dari 23% saat ini jadi 30% dalam waktu dua tahun. Lalu mengajak untuk mengurangi penggunaan generator diesel, yang merugikan PLN Rp 37 triliun per tahun. Selain itu, harus mengalihkan ke pembangkit yang menggunakan BBM ke batubara, gas, air, dan geothermal secepatnya.

Masih seputar solusi yang ditawarkan Rizal Ramli, yakni menyarankan perlunya membangun kilang dengan kapasitas 300.000-400.000 barel dalam dua tahun. Sebab, pembangunan kilang akan menurunkan 40-50% biaya produksi solar, premium, dan minyak tanah. Pembangunan kilang juga akan menghemat penggunaan devisa, mengurangi tekanan terhadap defisit transaksi berjalan dan menciptakan lapangan kerja. Juga tingkatkan cost control, dengan memperbaiki metode dan transparansi kontraktor migas sehingga mengurangi cost recovery yang selama ini terus naik 25% dalam dua tahun.

Namun, hampir semua saran dan masukan Rizal Ramli yang dapat dijadikan solusi untuk mengatasi masalah-masalah krusial di negeri ini, rupanya diabaikan pemerintah. Mengapa? Hehehee… lagi-lagi mudah ditebak. Karena, jika saran dan masukan itu diterima oleh pemerintah, maka nama Rizal Ramli bisa diuntungkan secara politik. Inilah kelemahan pemerintah saat ini, yang sulit menerima solusi, tetapi gampang membuat masalah. Masalah apa? Tunjuk satu kata saja: “Korupsi”!

Selasa, 20 Agustus 2013

Pilkada Jatim 2013: Menang karena Curang tak Diberkahi!


Jakarta [RR1online]:
MAIN curang untuk memenangkan Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) 29 Agustus  2013, saat ini sangat berpotensi terjadi, sehingga amat patut diwaspadai dan dicegah oleh Rakyat Jatim jika memang menghendaki lahirnya pemimpin yang benar-benar diberkahi.

Dari sudut pandang kondisi politik di tanah air, aroma kecurangan dalam tahapan Pilgub di Jatim tersebut memang sudah sangat kental tercium sejak awal, yakni adanya upaya penjegalan langkah Khofifah untuk tidak lolos sebagai peserta Pilkada yang diduga kuat dilakukan oleh pasangan dari partai penguasa saat ini. Bagaimana tidak, provinsi yang tersisa sebagai harapan partai penguasa untuk mendapat “modal” di Pemilu 2014 nanti, satu-satunya adalah tinggal Jawa Timur. Sebab, provinsi lain di seluruh Pulau Jawa, partai penguasa takluk dalam pilkada.

Sehingga tak salah jika banyak pihak memperingati dan mengajak kepada seluruh pihak di Jatim untuk dapat mewaspadai dan mencegah terjadinya kecurangan dalam Pilgub Jatim 2013 tersebut.

“Saya sudah minta KPUD Jatim dan Bawaslu Jatim, agar mereka dapat menyelenggarakan dan mengawasi Pilgub dengan profesional dan proporsional. Jangan lagi mengulangi kesalahan para pendahulu mereka pada 2008 silam. Jatim bisa menjadi tolok ukur bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2014,” ujar Rizal Ramli di sela-sela halal bihalal dengan wartawan di kantornya, di kawasan Tebet, Jaksel, Senin (19/8).

Rizal Ramli menegaskan, cukuplah pada Pilgub Jatim 2008 menjadi ‘kelinci percobaan’ untuk Pilpres 2009. Waktu itu, katanya penguasa, sangat berkepentingan agar jago yang diusungnya dapat memenangi Pilgub, karena hal itu akan menjadi prototipe pelaksanaan Pemilu 2009 lalu. Dan saat ini pun, penguasa tersebut tentu sangat berambisi untuk mengulang kembali “kesuksesan” kecurangannya seperti dulu. “Saya minta cara-cara seperti ini benar-benar dihentikan. Mari kita berdemokrasi secara beradab,” pinta Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Tentu saja ajakan Rizal Ramli untuk tidak bermain curang, bukannya tak punya alasanya. Sebab harus diakui, bahwa tak ada seorang manusia pun yang mau dicurangi.

Di samping memang dalam ajaran Islam terdapat Surah Al-Muthoffifin yang menegaskan larangan berbuat curang, juga banyak Hadits yang mengingatkan agar manusia sebisanya menghindari sifat dan tindakan curang dalam setiap sisi kehidupan.

Di antaranya, dari Abdullah bin ‘Amr rodhiallohu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Empat (hal) yang barangsiapa terdapat pada dirinya keempat itu, maka dia adalah seorang munafik tulen, barangsiapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari sifat sifat itu, maka pada dirinya terdapat sifat munafik sampai dia meninggalkannya, (yaitu) apabila dipercaya dia berkhianat, apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia menipu, dan apabila bertengkar  (bertarung) dia fajir (curang).”

Curang bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk penipuan. “Sesunguhnya aku (Ma’qil bin Yasar Al-Muzan) mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Barangsiapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan Surga atasnya’.”

Hadits lain menyebutkan: Dari Abu  Darda‘, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya (di Hari Kiamat) dibanding akhlak mulia” (H.R.  Abu Daud, Ibn Majah, al-Turmudzi, dan Ahmad).

Sehingga itu, kecurangan sesungguhnya dapat menimbulkan banyak madharat baik di dunia maupun di akhirat. Maka seharusnya menghindari perbuatan tersebut dan saling mengingatkan untuk meninggalkannya. “Sebab pemimpin yang menang dengan menggunakan cara-cara curang tidak akan diberkahi oleh Tuhan,” lontar Rizal Ramli yang saat ini disebut-sebut sebagai salah satu sosok Capres 2014 yang paling ideal.(map/ams)

Senin, 19 Agustus 2013

Pilkada Jatim 2013: “Peta Kemenangan” Berkah Boleh Jadi “Petaka” Buat Karsa



[RR1online]
MESKI harus bagai orang sempoyongan, dan bahkan sejenak harus jatuh terkapar dan merangkak lalu tertatih-tatih akibat terindikasi (disinyalir) sengaja dihambat dan “digebuki” oleh paket pasangan Karsa, ternyata Khofifah Indar Parawansa tetap jua mampu bangkit, dan akhirnya dapat berjalan setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memenangkan gugatannya, sekaligus dinyatakan juga berhak ikut sebagai peserta Pilkada Jawa Timur (Jatim) 2013 yang akan digelar pada Kamis, 29 Agustus 2013.

Dengan diloloskannya Khofifah-Herman sebagai Pasangan Calon Gubernur Jatim oleh DKPP, maka ini dapat menjadi “Pertanda” (singkat= Peta) bagi pasangan yang berjargon BerKaH (Bersama Khofifah-Herman) ini akan memenangkan pertarungan pada momen suksesi kepala daerah di Provinsi tersebut.

Bahkan kelolosan BerKaH sebagai pasangan Calon Gubernur itu membuat tak sedikit masyarakat Jatim menilai dan bisa merasakan hal itu sebagai Pertanda (Peta) kemenangan awal bagi pasangan yang diusung oleh PKB beserta partai-partai non-parlemen lainnya tersebut. Bagaimana tidak, bahwa sesungguhnya pada putaran kedua Pilkada Jatim 2008 silam, tidak sedikit pula orang mengetahui dari hasil perhitungan manual quick-count yang dilakukan oleh beberapa lembaga dan pusat kajian Pilkada menunjuk Khofifah Indar Parawangsa menang tipis, yakni selisih 1 persen dari lawannya Karsa (Karwo-Saiful)--Sumber: http://www.indosiar.com-- tetapi KPU Jatim malah menetapkan Karsa sebagai pemenangnya.

Sehingga tak salah jika banyak orang menduga, bahwa memang nampaknya ada upaya keras dari pasangan Karsa untuk mengandaskan langkah Khofifah agar tidak menjadi peserta Pilkada Jatim pada periode 2013 ini. Boleh jadi Karsa memang sangat kuatir, karena lawan terberatnya yang membuatnya nyaris tidak merasakan enaknya jadi kepala daerah pada Pilkada 2008 silam itu adalah perempuan yang bernama Khofifah.

Khofifah sebetulnya hanya membutuhkan pintu masuk pertama untuk bisa melejitkan langkahnya, dan pintu itu dengan susah payah sudah terbuka melalui DKPP. Sehingga inilah yang kemudian disebut “Pertanda” kemenangan awal pasangan BerKaH.

Pertanda kemenangan lainnya bagi BerKaH adalah, seluruh Provinsi di Pulau Jawa (minus DI Yogyakarta), pasangan yang diusung oleh parpol penguasa bersama sebagian besar koalisinya berhasil ditaklukkan dan “dicukur” habis oleh lawan-lawannya. Tersisalah saat ini adalah Pilkada di Jatim yang memang sangat berpotensi dimenangkan oleh BerKaH mengingat di Jatim terdapat massa riil NU dan Muhammadiyah yang jumlahnya tak tanggung-tanggung sangat besar, dan ini ditambah dengan jumlah kelompok-kelompok masyarakat Jatim yang tergabung dalam Aliansi Relawan BerKaH yang sudah memahami seperti apa kondisi politik di tanah air saat ini.

Berikutnya, silakan jika ingin dipercaya atau tidak (tak dipaksa), karena itu terserah dari pengamatan kasak mata dan juga dari denyutan hati masing-masing individu, bahwa PERTANDA (PETA) KEMENANGAN BerKaH juga bisa terbaca dari beberapa pandangan intuisi (pribadi saya) yang tanpa sedikit pun bermaksud mendahului ketentuan dari Tuhan, yakni:

1. BerKaH melawan dan melakukan pertarungan dengan lawan-lawan politiknya dengan memakai “senjata” nomor urut 4 (empat); Artinya, nomor 4 digunakan oleh BerKaH agar dapat mengalahkan dan menaklukkan para pesaingnya.

Orang-orang China di Surabaya masih mempercayai bahwa angka 4 adalah angka yang mengandung kekuatan menjatuhkan dan bahkan mematikan. Dan ini akan digunakan oleh Khofifah untuk mematikan (mengalahkan) lawan-lawannya. Perhatikan saja penulisan angka 4 tersebut yang mirip seperti “Kursi terbalik”. Artinya, Khofifah mengajak masyarakat Jatim untuk memilih guna membalikkan “kursi” yang sedang diduduki oleh pasangan incumbent saat ini.

2. Pilkada Jatim yang diselenggarakan saat ini adalah di tahun 2013, yakni berakhiran 13, jumlahnya adalah 4 (1+3)
3. Soekarwo adalah ternyata Gubernur Jatim yang ke-13, angka ini jumlahnya juga 4 (1+3)

4. Soekarwo sebagai Gubernur Jatim ke-13 itu rupanya dilantik pada tanggal 12-2-2009. Nilai penjumlahan akhir dari angka tanggal pelantikan tersebut adalah 7. Begitu pun dengan nilai penjumlahan akhir dari tanggal pelaksanaan Pilkada Jatim, 29-8-2013, yakni bernilai angka 7.

(Ini bukan “tradisi” tionghoa ataupun ramalan fengshui. Saya cuma kebetulan juga adalah orang Fisika, jadi senang bermain angka-angka. Dan dalam konteks ini saya coba mencari angka yang disebut angka “Penghubung Kemenangan dari Penjumlahan nomor urut”. Untuk mendapatkan angka ini, maka saya menggunakan Rumus hasil Karya saya, namanya rumus “AMS=Analisys Mind Suit”). Silakan diperhatikan:
13768831371441418751

Seandainya, nilai dari penjumlahan tanggal Pelantikan Karwo dan atau tanggal Pelaksanaan Pilkada Jatim itu adalah berjumlah akhir 6 (enam), maka berikut hitunganya :
13768832691959691039

Selanjutnya, mau percaya atau tidak, angka 7 di atas ternyata juga adalah merupakan hasil penjumlahan dari Tahun Kelahiran Soekarwo 1950 dan Khofifah 1965 apabila dijumlahkan dengan nomor urut masing-masing. Perhatikan:
1376883364241795303
Uraian di atas sedikit banyaknya dapat menjadi “Peta” (Pertanda) Kemenangan BerKaH, namun boleh jadi juga sebagai “PETAKA = Pertanda Kekalahan” pasangan Karsa.

Tetapi sekali lagi, dari analisa “intuisi plus rumus AMS” di atas, saya sama sekali tidak bermaksud mengajak pembaca agar terpengaruh untuk mempercayainya. Saya hanya menggunakan “gerak intuisi” yang coba saya padukan dengan analisa “kesenangan” saya sebagai seorang yang pernah aktif sebagai mahasiswa MIPA Jurusan Fisika. Karena semua urusan di semesta ini seluruhnya kembali kepada Sang Maha Kuasa. Mohon Maaf Lahir Bathin. Semoga Rakyat Jatim bisa memilih Pemimpin yang benar-benar untuk kemajuan bersama, bukan untuk kepentingan kelompok orang perorang.(map/ams)

Billahi Fii Sabilil haq Fastabiqul Khairat. Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam Damai.

Sabtu, 17 Agustus 2013

Banyak Mana, Baliho Partai atau Bendera Merah Putih?


[RR1
online]:
PARA
Kompasianer di www.kompasiana.com, hari ini (Sabtu, 17 Agustus 2013) begitu banyak yang “mengeroyok” Hari Peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-68 ini melalui tulisan yang tajuknya hampir sama, yakni sama-sama mempertanyakan “Makna Kemerdekaan” yang terasa hampa.
Para Kompasianer ini memposting artikel-artikel bertajuk demikian bukannya mereka tak beralasan. Salah satu alasannya, adalah dengan melihat kondisi negeri ini yang nampaknya memang amat dipenuhi dengan masalah yang muncul secara bersambungan tanpa diikuti dengan solusi dari pemimpin di negeri ini.

Belum lagi dengan kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga BBM yang diikuti dengan kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok, tentunya membuat rakyat makin babak-belur. Sungguh seakan rakyat di negeri ini bagai anak ayam yang kehilangan induknya, karena para pemimpin di negeri ini nampaknya lebih mengejar kepentingan diri sendiri dan kelompoknya saja.

Sehingga tak salah kiranya, jika para kompasianer hari ini ikut melakukan curhat “massal” tentang hari Kemerdekaan tahun ini yang seakan telah jauh meninggalkan maknanya.

Kondisi “kehilangan” makna kemerdekaan ini ternyata dapat juga dilihat di sekeliling kita yang sama sekali tidak menunjukkan jika di hari ini adalah hari Peringatan Kemerdekaan Indonesia. Sebut saja gemerlap dan kemilau perayaan yang sering dilakukan di tahun-tahun lampau berupa perlombaan-perlombaan seperti lomba panjat pinang, lomba lari karung, lomba tarik tambang dan lain sebagainya, kini tak ada lagi. Hanya di beberapa daerah saja yang mungkin melakukan gelaran lomba tersebut, itupun tak semeriah seperti tahun-tahun sebelumnya.

Parahnya, bukan hanya kegiatan perlombaan yang telah “hilang”, umbul-umbul dan bendera merah putih pun yang sedianya pagi hari ini paling lambat telah harus dikibarkan di tiap-tiap rumah, nampaknya di hari ini tak lagi bisa disaksikan di sepanjang jalan seperti biasanya di tahun-tahun sebelumnya. Kalau pun ada bendera merah putih yang terpasang di depan rumah warga, maka jumlahnya tentu masih bisa dihitung jari.

Celakanya, justru baliho para caleg dari berbagai partai yang nampak lebih banyak terpancang dan berdiri dengan kokohnya di pingir-pingir jalan, bahkan tak jarang terpasang di halaman  rumah-rumah warga. Bagaimana kondisi pemasangan bendera Merah Putih di daerah Anda masing-masing..??? Apakah baliho partai juga lebih banyak terpasang dibanding bendera Merah Putih…???

Pada kesempatan hari ini, DR. Rizal Ramli selaku ekonom senior juga menyampaikan keprihatinannya yang menunjuk sebuah Lukisan Karya seorang pelukis. “Karya pelukis Yahya Yatmika yang lama tinggal di Jerman ini melukiskan tantangan kita: bahwa Rakyat dan Bangsa Indonesia bisa terbang tinggi tetapi masih terus dibebani oleh korupsi dan feodalisme,” ujar Rizal Ramli melalui akun twitter @RamliRizal, Sabtu 17 Agustus 2013.

Apakah kondisi ini menandakan bahwa Bangsa kita sesungguhnya memang belum merdeka…??? Dan apakah kita harus selalu salah memilih caleg dan salah memilih presiden…??? Silakan introspeksi diri masing-masing..!!!(map/ams)

Kamis, 15 Agustus 2013

Jokowi-Rizal Ramli, “Bintang Kejora” yang Siap Bersinar di 2014


[RR1online]:
“Ku pandang langit penuh bintang bertaburan...
Berkelap-kelip seumpama intan berlian...
Tampak sebuah lebih terang cahayanya...
Itulah bintangku bintang kejora yang indah selalu...”


Di atas tersebut adalah lirik lagu anak-anak yang untuk pertama kalinya sangat populer pada tahun 1970-an. Bahkan hingga sekarang, lagu berjudul “Bintang Kejora” karya AT Mahmud ini masih selalu dinyanyikan oleh anak-anak selaku cikal bakal dan generasi harapan bangsa. Dan boleh jadi nyanyian “Bintang Kejora” ini adalah sebuah “doa panjang“ yang semoga sebentar lagi akan dikabulkan oleh Sang Penguasa Alam Semesta ini.

Mendalami liriknya yang menggambarkan tentang di langit yang begitu banyak bertaburan bintang bagai intan berlian, namun hanya satu yang nampak terang cahayanya, itulah bintangku “Bintang Kejora”.

Begitu pun dengan kondisi saat ini, begitu banyak figur bermunculan dan “berlomba-lomba” secara jiwa dan raga mengerahkan sumber dayanya masing-masing, tampil di berbagai media cetak maupun stasiun TV dengan senyuman lebar, manis serta santun menyapa pembaca atau pemirsa dengan mimik tegas dan begitu meyakinkan mengumbar janji-janji. Tujuannya, tentu saja tidak lain agar bisa mendapat simpatik sebagai sosok yang tepat untuk dipilih sebagai presiden dan wakil presiden 2014 mendatang.

Namun dari peneropongan yang dilakukan oleh banyak pengamat menunjukkan, bahwa dari figur-figur yang sudah bermunculan saat ini, maka sosok Jokowi dan Rizal Ramli lah yang sangat tepat untuk dipersandingkan sebagai pasangan Capres pada 2014. Sebab, Jokowi dan Rizal Ramli adalah dua sosok yang memiliki kualitas dan karakter pemimpin yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Yakni sangat dipercaya akan mampu mengatasi ketidakadilan, kemiskinan, mengendalikan beban utang Rp.2023 trilyun, korupsi dan  mengatasi hancurnya daulat pangan dan energi di negeri ini.


Keduanya (Jokowi dan Rizal Ramli) amat jelas berbeda sangat jauh jika ingin dibandingkan dengan para figur lainnya. Pembawaan Jokowi sederhana, santai dan menyejukkan, tidak tegang, tutur kata dan gerak-geriknya sangat luwes, tidak mengada-ngada. Sedangkan Rizal Ramli adalah sosok ekonom senior yang amat kental dengan cetusan ide-ide ekonomi yang mengarah kepada kepentingan rakyat. Sehingga tak heran apabila ide-idenya tersebut bertolak belakang dengan kebijakan penguasa, maka Rizal Ramli tak tanggung-tanggung melakukan “perlawanan”, seperti yang pernah dilakukannya saat menentang dengan keras Soeharto di era Orde Baru, yang membuat dirinya harus di penjara ketika itu. Singkat kata, Rizal Ramli memiliki latarbelakang jiwa pengabdian sebagai anak bangsa yang kerap berdiri kokoh berjuang di pihak rakyat.

Sehingganya, Jokowi dan Rizal Ramli diyakini oleh banyak pihak sebagai pasangan Capres yang paling masuk akal. Karena keduanya memang asli bukan sosok “bertopeng”.  Yakni misalnya, jika Rizal Ramli saat ini banyak mengritik kebijakan pemerintah terutama di bidang ekonomi, maka itu memang asli adalah dirinya sendiri sejak dulu sebagai aktivis mahasiswa dan kini selaku pakar ekonomi. Artinya, jika Rizal Ramli seandainya dulu tak pernah melakukan kritikan dan bahkan tak pernah turun melakukan unjuk-rasa (demo), dan baru akan dilakukannya saat ini, maka itu berarti ia hanya bertopeng.

Begitu pun adanya dengan Jokowi, yang sejak dulu memang selalu tampil sederhana dan senang berbaur dengan masyarakat agar dapat mengetahui secara langsung keluhan dan harapan-harapan yang diinginkan oleh masyarakat. Lihat saja penampilannya selama ini yang hanya mirip dan bahkan tak ada bedanya dengan rakyat biasa. Sebab, Jokowi nampaknya tak punya keahlian membuat sekat yang bisa membatasi antara dirinya dan masyarakat biasa. Sehingga itu, ia bisa dengan leluasa bercengkerama dengan siapa saja yang dikunjunginya.

Ketika memahami kondisi negeri ini yang capaiannya begitu sangat jauh dari harapan, keinginan dan cita-cita rakyat, serta ketika mengetahui dan memahami karakter  kedua figur ini (Jokowi dan Rizal Ramli), maka sungguh tak keliru jika keduanya sangat dinantikan dapat segera terbit menyambut pagi yang sejuk di ufuk Timur bagai bintang KEJORA (KEmilau JOko  Widodo - Rizal RAmli) yang mampu memberi cahaya penghidupan di hati seluruh Rakyat Indonesia. Semoga...!!!(map/ams)

Jumat, 09 Agustus 2013

Idul Fitri: Momen Bagi Pemimpin untuk jangan Takut “Meleleh”


Jakarta, [RR1online]:
Proses menuju kemenangan memang harus diawali dengan niat tulus, pengorbanan dan perjuangan yang tidak ringan. Seperti pula Puasa Ramadhan yang sejak dulu sangat sulit dilaksanakan jika tak diawali dengan niat tulus (keseriusan). Sebab dari niat tulus inilah yang kemudian seseorang mampu melakukan pengorbanan dan perjuangan dalam menahan segala hal yang dapat membatalkan puasa.

Keberhasilan menunaikan dan menjalani Puasa selama sebulan dengan penuh perjuangan dan kesabaran yang tinggi, tentu akan menghasilkan sebuah pencapaian kemenangan tersendiri ketika telah memasuki hari Idul Fitri.

Seperti pula halnya dengan seorang pemimpin (kepala daerah, kepala negara, pejabat dan sebagainya) sangat patut menahan diri dalam menjalankan tugasnya untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian, menahan diri untuk tidak tergiur melakukan tindakan korupsi dan tidak tergoda menggunakan kekuasaan secara “bermanja-manja” dan sesuka hati.

“Kalau perlu, pemimpin harus bertindak berani layaknya lilin, memberikan penerangan bagi banyak orang, meski dirinya harus ‘meleleh’. Artinya, pemimpin itu memang patut berkorban untuk kepentingan orang yang dipimpinnya. Jangan berani jadi pemimpin, tetapi takut berkorban,” ujar Rizal Ramli (mantan Komisaris Utama PT. Semen Gresik) kepada Majalah Perubahan, Kamis (8/8/2013).

Sehingga itu, kata Menko Perekonomian era presiden Gus Dur ini, Pemimpin juga hendaknya “wajib” menghindari diri untuk tidak terlalu banyak mengeluh kepada publik secara berlebih-lebihan. Sebab, semakin banyak mengeluh, maka itu sama halnya makin menunjukkan diri sebagai pemimpin yang tak sanggup mencari solusi selain hanya pandai menyalahkan orang lain saja.

Olehnya itu pula, menurut Rizal Ramli selaku Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARuP), Idul Fitri kali ini hendaknya bisa menjadi momentum bagi para pemimpin di negeri ini untuk segera merenung dan introspeksi atas kesalahan mereka sendiri. Korupsi yang menggila dan Neoliberalisme yang mencekik rakyat, hendaknya jangan sampai diteruskan lagi oleh pemerintahan yang akan datang karena hanya akan menambah kerugikan dan penderitaan bangsa ini. “Kesulitan bangsa ini sudah terlalu banyak, jangan ditambah lagi,” lontarnya.

Ditanyai tentang betapa banyaknya kalangan yang mulai memberi dukungan kepada dirinya untuk ikut maju bertarung dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014 mendatang, tetapi di sisi lain kalangan memandang Rizal Ramli akan mengalami kesulitan untuk maju ke pilpres karena tak punya parpol sebagai kendaraan politiknya.

Atas pertanyaan tersebut, Rizal Ramli menegaskan bahwa, bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit. “Karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan pada Tuhan aku punya masalah, tetapi katakan pada masalah aku punya Allah Yang Maha Segalanya,” tandas Rizal Ramli mengutip kalimat dari Ali bin Abi Thalib. Seraya pula Rizal Ramli tak lupa mengkhaturkan ucapan: “Selamat Idul Fitri 1434 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin untuk seluruh umat Muslim di tanah air. (ams/map)

Senin, 05 Agustus 2013

Terkait akan Kelebihan 3.342.795 Cetakan Surat Suara Pilgub Jatim 2013

Rizal Ramli: Waspadai Kecurangan akan Terjadi Lagi!

Jakarta, [RR1online] :
Banyak keanehan yang amat jelas mengarah kepada keganjilan dalam proses Pilkada (Pilgub) di Jatim 2013. Mulai dengan “pemborongan” seluruh parpol oleh pasangan Karsa untuk menyedot habis jumlah dukungan suara, yang kemudian ini sekaligus diduga kuat sebagai upaya untuk menghambat laju pencalonan pasangan Khofifah-Herman, sampai kepada ketetapan lembar pencetakan surat suara yang luar biasa jumlahnya melebihi dari jumlah DPT.
 
Kelebihan kertas suara yang akan dicetak tersebut diungkapkan Purwadi selaku Ketua Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Progam dan Kebijakan Pemerintah (MP3KP). Dia menyebutkan, jumlah itu dituangkan dalam Dokumen Pengadaan Nomor: 027/28.9/POKJA 22-ULP/022/2013 Tanggal: 5 Juli 2013, dan Addendum Dokumen Pengadaan Nomor: 027/34.2/POKJA 22-ULP/022/2013 Tanggal: 15 Juli 2013, yang menyebutkan untuk Pengadaan Pencetakan Surat Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur tahun 2013, bahwa Surat Suara yang wajib dicetak oleh PT. Karya Kita sebagai pemenang lelang proyek senilai Rp.16,6 Miliar itu adalah sebanyak 33.362.095 lembar.

Sedangkan menurut Agus Mahfudz Fauzi selaku komisioner KPU Jatim, jumlah DPT Pilgub Jatim sebanyak 30.019.300 orang terdiri 14.805.723 laki-laki dan 15.213.577 perempuan. Berarti ada kelebihan Surat Suara sebanyak 3.342.795 lembar, atau 11%.

Purwadi pun mempertanyakan sisa cetak yang begitu banyak tersebut mau dikemanakan? Sehingga tak salah, katanya, kalau masyarakat menduga Pilgub Jatim kali ini akan kembali berlangsung dengan kecurangan untuk memenangkan salah satu calon. “Kemanakah kelebihan surat suara tersebut? Indikasi-indikasi kecurangan Pilgub Jatim 2013 semakin mendekati kenyataan,” ujar mantan aktivis Mahasiswa 98 ini.

Sementara itu, Rizal Ramli selaku Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARuP) mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi dari proses Pilgub Jatim 2013 yang jelas-jelas sangat diwarnai dengan upaya pembunuhan demokrasi, dan ada pihak-pihak tertentu yang ingin mencapai kekuasaan dengan melakukan berbagai cara-cara kotor dan tidak terpuji.

Rizal Ramli bahkan mengaku pernah secara terang-terangan mengingatkan pasangan Karsa yang diusung Partai Demokrat itu agar segera menghentikan cara-cara curang. “Pakde Karwo sebagai kader Partai Demokrat seharusnya mengikuti pesan dari SBY yang memesan agar dapat menjalankan politik santun,” ujar Rizal Ramli seraya menambahkan agar seluruh peserta Pilkada Jatim hendaknya bertarung secara sportif.

Ditanyai tentang ketetapan jumlah pencetakan surat suara yang sangat jauh melebihi dari jumlah DPT tersebut, Rizal Ramli lagi-lagi geleng-geleng kepala, tanda bahwa dirinya sangat tak setuju jika Jatim dipaksakan untuk dipimpin nantinya oleh pasangan gubernur yang dicapai dari hasil kecurangan dan kongkalikong.

Dikatakannya, jumlah kelebihan suara sampai 3,34 juta (3.342.795) di Jatim itu luar biasa besarnya. “Tidak mungkin terjadi tanpa disengaja. Kelihatannya ada niat untuk kembali curang seperti Pilkada Jatim 2008. Pada saatnya banyak sekali DPT palsu dan abal-abal yang dipakai memenangkan Soekarwo,” ujar Rizal Ramli saat dihubungi Majalah Perubahan via telepon selular, Senin (5/8/2013).

Menurutnya, jika kelebihan suara 500 ribu mungkin masih masuk akal. Tetapi kalau 3,34 juta, lanjut tokoh yang paling “ditakuti” oleh SBY ini, jelas itu ada unsur kesengajaan. Dan ini harus diwaspadai dan benar-benar perlu diawasi agar kecurangan tidak lagi terjadi seperti pada pilkada sebelumnya.

“Bawaslu dan KPU, Departemen Dalam Negeri, serta Kepolisian harus menyidik kenapa terjadi kesengajaan itu, dan hendaknya tidak segan-segan mengambil tindakan hukum terhadap pelaku yang dapat merugikan negara dan menciderai demokrasi di Jatim,” tegasnya.>ams/map

Sabtu, 03 Agustus 2013

JK dan RR Pasangan Capres 2014!?

[RR1online]:
SAAT ini, Jusuf Kalla (JK) dan Rizal Ramli (RR), memang tak punya partai. Tetapi kalau mau jujur, kedua tokoh ini adalah merupakan figur yang mempunyai intelektual dan keahlian ampuh serta tangguh di bidang ekonomi (bidang substansial yang menjadi masalah krusial bangsa saat ini), keduanya bahkan memiliki rekam jejak sebagai sosok pemberani yang penuh dengan terobosan-terobosan dalam melakukan keberpihakan kepada rakyat. Silakan keduanya ditelusuri secara objektif!

Banyak hal yang tak bisa dipungkiri dari kedua sosok tersebut, termasuk dengan karakternya yang sejak dulu selalu "gemar" melakukan langkah-langkah pengabdian, baik secara personal maupun secara organisasi dengan menempatkan rasa tanggung-jawab setinggi-tingginya dalam menyikapi setiap persoalan yang sedang dihadapi. Sehingga tak jarang, setiap persoalan yang dihadapinya pun selalu diikuti dengan jalan keluar untuk kepentingan banyak pihak, bukan untuk kelompok tertentu.

Tetapi, tak perlu heran, (bagai dalam film India) ketika kisah orang seperti JK dan RR telah diketahui memiliki kemampuan, keahlian dan kegemaran mengelolah persoalan dengan baik hingga bisa menemui solusi, maka di saat itu pula "lawan-lawan" politik pun bermunculan dari segala penjuru yang siap menghalau langkah orang seperti JK dan RR. Mengapa?

Karena memang selama ini, orang seperti JK dan RR memiliki karakter yang sangat menonjol sebagai figur yang paling tidak bisa diajak kompromi ketika ditawari ke situasi "gelap dan kotor", -pasti akan memberontak, dan ingin agar semuanya dapat diselesaikan dengan terang-terangan dan bersih, bukan "gelap-gelapan", seperti halnya saat ini banyak persoalan hukum, politik, ekonomi dan sosial yang diselesaikan melalui kompromi secara "gelap-gelapan", kotor dan bahkan amat jorok.
Sehingga, sesungguhnya JK dan RR dinilai sangat ideal dan cocok sebagai dua figur pemimpin yang diyakini mampu menjawab tantangan zaman, olehnya itu patut untuk didukung maju berpasangan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Meski kedua figur ini dinilai mungkin pernah "bertentangan", tetapi sesungguhnya keduanya memiliki pandangan dan visi yang sama sebagai tokoh bangsa yang diyakini mampu membawa Indonesia ke jalan perubahan, yakni membentuk ekonomi Indonesia menjadi tangguh di Asia.

Hal ini sangat diyakini akan mampu diwujudkan, mengingat keduanya memang memiliki kualitas kemampuan yang tak perlu lagi diragukan. JK sebagai pengusaha sukses yang telah memiliki pengalaman sebagai Wakil Presiden, begitu pun dengan RR yang juga dikenal sebagai sosok ekonom senior yang telah berkiprah sebagai Menko Perekonomian, juga sempat sebagai Menteri Keuangan, jauh dari catatan kriminal, pelanggar HAM, apalagi koruptor, dan tak pernah terlibat dalam tindakan yang menyakiti hati rakyat.

Namun lagi-lagi, persoalannya adalah kedua figur ini bukan pemilik partai atau tidak berada dalam partai politik. Sehingga, meski sehebat bagaimana pun keduanya tetap terhambat untuk maju bertarung di Pemilu di negeri yang "katanya" berada di alam demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak politik warganya.

Sehingga, beberapa pertanyaan besar pun kemudian muncul dan mendesak untuk segera dijawab, yakni apakah parpol akan tetap memaksakan diri untuk memajukan kadernya masing-masing sebagai capres, kendati kader yang bersangkutan di semua parpol adalah "mungkin" jelas-jelas punya catatan hitam yang patut diduga hanya menambah masalah dan beban buat umat dan bangsa di negara ini?
Jika jawabnya "YA", maka sesungguhnya negeri ini memang sudah dirampas dan dimiliki oleh parpol. Dan rakyat sesungguhnya hanyalah sebagai "babu dan badut" politik yang wajib melayani dan menghibur jika "hanya" dibutuhkan.

JK berpasangan RR dalam uraian ini tak usah terlalu ditanggapi (namun jika dianggap patut, maka itu hak masing-masing individu). Sebab, dalam tautan artikel ini, JK dan RR hanyalah sosok "permisalan" yang mewakili sosok-sosok lainnya yang juga dinilai layak dimajukan sebagai Capres tetapi terkendala karena kini tak punya parpol, di antaranya Dahlan Iskan, Din Syamsuddin, Mahfud MD, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Anies Baswedan, Chairul Tanjung, Irman Gusman dan lain sebagainya.

Kalau pun saat ini beberapa parpol membuka konvensi untuk memberi kesempatan kepada figur non-parpol agar dapat dimajukan sebagai capres, tetapi jika konvensi pada akhirnya hanya terkesan berat-sebelah dan lebih memilih kader dari parpol itu sendiri, maka nantinya kualitas dan produk pemilu lagi-lagi jauh dari yang diharapkan.

Sehingga sesungguhnya, Indonesia takkan pernah mengalami kemajuan signifkan sampai kapan pun jika seluruh partai politik hanya berprilaku "congkak" dan saling memamerkan diri lebih hebat: punya uang segunung (entah dari mana), punya banyak kader berpangkat tinggi, mengaku punya pengikut dan simpatisan dari lapisan bawah, dan punya media massa untuk menghibur dan "menghipnotis" masyarakat, serta merasa punya kinerja dan andil lebih besar terhadap pelaksanaan pembangunan. Maka ketika semua ini dipelihara untuk digunakan sebagai "senjata", maka sekali lagi Indonesia sesungguhnya telah dipegang dan dikuasai oleh sekelompok elit parpol yang super-egois. Tanpa melibatkan SARA, masihkah ada yang jujur mengakui hal ini?(map/ams)