MENGHADAPI ajang pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Pemilu 2014 mendatang, sejumlah figur pun telah bermunculan dan memunculkan diri untuk maju dan dimajukan sebagai Calon Presiden (Capres).
Misalnya sejauh ini, Ketua Umum Partai Golkar (PG) dan Partai Gerindra telah “memajukan” dirinya sebagai capres tunggal. Begitu pun dengan Ketua Umum Hanura yang telah mengukuhkan diri bersama dengan seorang pengusaha stasiun televisi swasta sebagai pasangan capres. Dan saat ini Partai Demokrat (PD) sedang meriuhkan penjaringan capres melalui sebuah konvensi. Sementara Partai Politik (Parpol) lainnya hingga saat ini masih sedang menggodok figur yang dinilai layak untuk diusung.
Tetapi, sesungguhnya semua parpol dalam menentukan pasangan capresnya tentulah tak terlepas dari sebuah proses konvensi (permufakatan atau kesepakatan). Hanya saja ada parpol yang melakukannya secara tertutup dan ada pula secara terbuka namun terbatas.
Dan jika dicermati, sejauh ini “konvensi” yang telah terjadi baik yang tertutup maupun secara terbuka itu sebenarnya hanyalah sebuah formalitas. Sebab, kecenderungannya final nantinya hanya akan memutuskan dan menetapkan figur yang berasal dari kalangan keluarga, “sang pemilik” Parpol.
Bahkan konon, siapa yang lebih “berkantong tebal” maka itulah yang jadi pemenang konvensi karena dinilai itu sebagai sebuah konsekuensi logis untuk cost-politik. Dan, boleh jadi itu terjadi pada Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Hanura, dan menyusul Partai Demokrat.
Konvensi yang digelar oleh Partai Demokrat saat ini pun boleh jadi juga hanyalah sebuah strategi untuk mendongkrak popularitas Partai Demokrat. Sebab, sejauh ini partai penguasa itu dinilai telah jatuh akibat sebagian besar elit dan kadernya terlibat dalam kasus dugaan korupsi, baik yang ada di pusat mau pun yang ada di daerah-daerah. Bahkan di antaranya telah ada yang telah ditetapkan sebagai tersangka, juga terdakwa dalam kasus korupsi. Ini yang pertama sebagai sorotan terhadap konvensi parpol, terutama konvensi yang dilakukan oleh PD.
Yang kedua, konvensi PD saat ini patut diduga adalah juga sekaligus sebagai ajang mematok suara yang “donaturnya” tidak lain berasal dari 11 peserta konvensi tersebut. Dan selain sebagai donatur suara, juga kemungkinan besar 11 peserta tersebut akan bertindak sebagai donatur duit dalam mengongkosi biaya-biaya politik ke depan.
Sehingga jika dugaan ini benar, maka nampaknya konvensi ini sudah sekaligus juga merupakan kesepakatan BAGI-BAGI JABATAN (apabila sukses memenangi Pilpres) buat peserta lainnya meski dinyatakan nantinya tidak lolos seleksi sebagai pasangan capres dari PD. Ini yang ketiga.
Yang keempat, bahwa mungkin tak tak ada salahnya jika semua pihak (terutama KPK dan para LSM) mulai hari ini perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap 11 peserta konvensi tersebut. Karena boleh saja mereka akan menyalahgunakan jabatan yang diembannya saat ini demi mempertahankan partainya sebagai partai penguasa pada Pemilu 2014 nanti.
Kemudian jika direnungi secara mendalam, konvensi capres yang dilaksanakan oleh parpol saat ini sebetulnya belum memperlihatkan sebuah niat baik untuk memperbaiki negeri ini selain untuk mempertahankan “dinasti” kekuasaan saja. Hal ini dapat dilihat dari ketergesa-gesaan partai penguasa ini menggelar konvensi ketimbang harus melakukan konsentrasi terhadap permasalahan negara dan bangsa yang justru makin mendesak untuk segera diselesaikan. Ini yang kelima.
Selanjutnya yang keenam, konvensi capres yang sudah maupun yang sedang dilakukan oleh semua parpol saat ini belumlah mencermin seperempat dari aspirasi murni rakyat. Silakan ditengok sendiri bagaimana “dangkalnya” menggali dan mencari capres yang benar-benar sesuai dengan harapan dari separuh (saja) rakyat kita. Misalnya di Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Hanura, yang saat ini terkesan “seenaknya” menetapkan diri sendiri sebagai capres karena merasa “lebih punya hak sebagai pemilik partai” untuk maju menjadi pemimpin. Ini tentu saja tidak fair!
Namun dibanding dengan Partai Demokrat dan Partai Hanura, maka Partai Golkar, Partai Gerindra, PDIP, Partai Nasdem dan partai-partai politik lainnya saat ini masih punya kesempatan untuk memperlihatkan keberpihakannya kepada rakyat, yakni dengan berusaha mencari format yang benar-benar lebih meyakinkan dalam mencari dan menentukan pasangan capres. Misalnya dengan tidak mengabaikan figur-figur yang akan dihasilkan dalam Konvensi Capres Rakyat yang akan digelar oleh Forum Rektor Indonesia (FRI) pada Desember 2013 mendatang.
Ada 2 figur yang akan memastikan diri ikut dalam Konvensi Rakyat tersebut, yakni Rizal Ramli dan Mahfud MD. Keduanya adalah memang sosok yang tidak dinaungi oleh parpol mana pun. Sehingga tidak sedikit masyarakat mengaku simpatik dan siap mendukung dua sosok yang memiliki intelektualitas, kredibilitas dan integritas yang tinggi tersebut.
Terutama Rizal Ramli sebagai sosok ekonom senior itu yang memang sangat setia dan konsisten melakukan gerakan-gerakan perjuangan yang berpihak kepada kepentingan rakyat sejak dulu dan hingga kini tak berubah.
Memang sejauh ini undang-undang tidak mensyaratkan seseorang yang ingin maju sebagai capres tanpa diusung atau didukung dari parpol. Tetapi apa yang dihasilkan nantinya oleh Konvensi Rakyat, tentulah setidaknya diharapkan bisa menjadi “batu loncatan” bagi figur yang bersangkutan untuk dapat terterima di sejumlah parpol.
Dan jika para parpol (di luar Partai Demokrat dan Hanura) bisa “menyedot” hasil dari Konvensi Rakyat itu, maka rakyat sebagai pemegang kedaulatan tentu merasa lebih dihargai karena sejumlah parpol mampu memunculkan capres dari hasil proses Konvensi Rakyat tersebut. Sebab, tentu saja Konvensi Rakyat ini jauh dari intervensi dan “rekayasa” dari para elit parpol yang memiliki kepentingan tertentu. Sehingga Konvensi Rakyat ini sesungguhnya lebih terjamin kualitasnya dibanding dengan konvensi yang dilakukan oleh parpol.
“Kami sedang siapkan mekanisme penjaringan calon. Diusahakan Desember 2013 bisa dimulai dan diharapkan calon terbaik sudah bisa diperoleh sebelum pemilihan legislatif bulan April 2014,” kata Ketua FRI, Prof Dr Laode Kamaluddin kepada pers di Bandung, Jumat (13/9/2013), seperti dilansir merdeka.com.
Dan Ini alasan dari Forum Rektor Indonesia yang beranggotakan 3.200 tokoh intelektual se-Indonesia itu hingga bertekad ingin menggelar Konvensi Rakyat. Yakni, selain untuk memberi rakyat pilihan capres terbaik dalam pemilihan presiden 2014. Juga menurut Rektor Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang itu, karena perkembangan demokrasi di Indonesia sedang mengalami stagnasi berakibat pada kecenderungan rakyat semakin tak peduli pada proses politik. “Sebagai instrumen demokrasi, aktor politik harus bertanggung jawab mewujudkan demokrasi yang sehat dan pembelajaran politik yang baik kepada masyarakat. Tapi kenyataannya tak seperti itu,” kata Laode.
Laode lalu mengungkapkan hasil riset FRI, bahwa ada sejumlah faktor yang memperbesar kekecewaan rakyat pada politik. Faktor-faktor tersebut antara lain hilangnya moralitas dan keteladanan pemimpin, korupsi semakin mewabah, pemilu/pilkada sudah tidak sehat, hasilnya malah menciptakan kerusuhan.
Selain itu, faktor-faktor pendidikan politik melalui survei-survei malah membodohi dan membuat rakyat bingung dan penegakan hukum jauh dari rasa keadilan, selain juga tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat miskin.
“Sebagai forum tertinggi tempat berkumpulnya pimpinan kaum intelektual di negeri ini, FRI tak boleh diam. Masyarakat butuh pegangan, keteladanan dan harapan. Makanya kami ambil inisiatif melaksanakan sendiri konvensi Capres pilihan rakyat,” tutur Laode.
Yang menarik dari Konvensi Rakyat ini adalah mekanismenya akan menampilkan program kerjasama antara FRI dengan KPU. KPU dalam hal ini adalah sebagai penyelenggara dan FRI sebagai pengawas yang akan memasok nama-nama capres yang sudah mendaftar atau mereka yang punya potensi mencalonkan diri.
Kemudian, para calon (peserta konvensi) diberi kesempatan menyampaikan visi-misi serta landasan perjuangan yang akan digerakkan dalam memajukan Indonesia. Mereka lalu akan didorong untuk tampil di kampus-kampus di seluruh Indonesia dalam pertemuan regional FRI. Visi dan misi mereka selanjutnya diuji dan didiskusikan.
“Siapapun nanti yang akan terpilih menjadi Presiden RI 2014-2019, FRI berharap pemilu mendatang semakin berkualitas dan yang jadi itu punya konsep jelas untuk memajukan Indonesia, bukan mereka yang populer karena terdongkrak media saja,” tegas Laode Kamaluddin seperti dikutip oleh merdeka.com.(map/ams)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar