[RR1-online]
TIBA-TIBA Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang para wartawan di kantor kepresidenan, Jakarta, Rabu malam, 17 April 2013. “Bapak (Presiden) mau memberikan keterangan pukul 20.00 nanti,” kata seorang staf kepresidenan kepada para wartawan di ruang wartawan Istana, Rabu petang sekitar pukul 18.30 WIB.
TIBA-TIBA Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang para wartawan di kantor kepresidenan, Jakarta, Rabu malam, 17 April 2013. “Bapak (Presiden) mau memberikan keterangan pukul 20.00 nanti,” kata seorang staf kepresidenan kepada para wartawan di ruang wartawan Istana, Rabu petang sekitar pukul 18.30 WIB.
Pemberitahuan itu pun diperkuat dengan isi SMS dari Biro Pers Istana Kepresidenan. “Yth tmn2 wartawan. Menurut rencana, Rabu 17/04/13 di KtrPres, Presiden RI akan memberikan keterangan Pers sekitar pukul 20.30WIB. Dimohon kehadirannya. Trm ksh,” begitu isi SMS yang dikirim sekitar pukul 19.00.
Ada rasa penasaran, para wartawan pun berspekulasi untuk menebak gerangan keterangan pers mendadak seperti apakah itu yang bakal disampaikan SBY? Sejumlah wartawan menduga, ihwal kebijakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi? Atau boleh jadi seputar pelaksanaan ujian nasional? Dugaan yang paling menguat adalah ihwal sikap pemerintah atas qanun (peraturan daerah) tentang bendera dan lambang Aceh.
Soalnya, SBY bersama Wapres Boediono dan Mensesneg Sudi Silalahi saat itu sedang mengadakan pertemuan dengan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dan pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud, di kompleks Istana Negara. Pertemuan tertutup ini berlangsung selama +1 jam, dimulai pukul 16.00.
Ditunggu-tunggu. Akhirnya keterangan Pers Presiden itu pun dimulai sekitar pukul 21.30 WIB. Namun, poin-poin dugaan para wartawan ternyata semuanya meleset. Keterangan Pers SBY di Istana Negara malam itu rupanya tentang urusan partainya, Partai Demokrat.
Dari sikap SBY yang menggunakan Istana Negara sebagai fasilitas negara itu untuk kepentingan partai tertentu, SBY pun menuai kritik dari banyak kalangan, terutama dari para anggota DPR-RI. Dan umumnya, kalangan tersebut menilai, bahwa apa yang dilakukan SBY itu adalah hal yang sangat tidak etis.
Seharusnya, kata mereka, Istana Negara hanya digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan rakyat, bukan urusan partai atau kelompok organisasi tertentu. “Bukan yang berkaitan dengan partai tertentu,” kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (18/4/2013).
Menggunakan Istana untuk kepentingan politik, kata Pramono, itu hanya akan menurunkan citra dan marwah (nama baik) Istana itu sendiri.
Pramono menegaskan, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, SBY memang patut mengurus partainya, tetapi bukan di Istana Negara atau di tempat-tempat yang dinilai sebagai fasilitas negara.
Sebab, menurut Pramono, membicarakan (mengurus) partai politik tertentu di Istana dinilai tidak terlalu memiliki urgensi. “Seyogyanya dilakukan di kantor partai,” tegasnya.
Sementara itu, politikus PKS, Indra, juga menilai SBY tidak etis menggunakan fasilitas untuk urusan partai. Menurut dia, tindakan ini akibat Presiden merangkap jabatan sebagai ketua umum partai.
Dan hal ini, kata Indra, semakin menguatkan keraguan publik bahwa SBY tidak mampu menempatkan diri sebagai presiden dan ketua umum. “Konferensi pers kemarin merupakan jawabannya,” kata dia.
Dikatakannya, sulit bagi SBY memisahkan posisi kepala negara dan Ketua Umum Demokrat. Indra mengingatkan, presiden bukanlah milik kelompok tertentu. Karena itu, dia meminta agar presiden tidak merangkap jabatan. “Ketika rangkap jabatan, presiden tak akan fokus mengurus negara,” ujarnya.
Politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo, juga ikut menyampaikan kritik serupa. Bambang bahkan mengungkapkan, bahwa tindakan SBY itu bukan yang pertama kali dalam menyampaikan urusan partai di Istana.
Tindakan seperti ini, kata Bambang, tidak sesuai dengan janji petinggi Demokrat yang selalu berkata Presiden hanya akan mengurus partai pada hari libur. “Ini menunjukkan pengelolaan negara biasa dan tidak fokus,” ujarnya.>net/ams
Tidak ada komentar:
Posting Komentar