Kategori: Artikel*
[RR1online]:
DI mata banyak orang saat ini, Pilpres adalah kesempatan bagi semua partai politik bertarung habis-habisan untuk mencapai kepentingan dan kekuasaan besar, sehingga dana yang harus disediakan juga harus besar.
Meski pemahaman di atas sangat keliru dan amat menyesatkan, namun semua figur yang akan maju sebagai capres atau cawapres dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, jauh-jauh hari justru sudah kelihatan sibuk “menghambur-hamburkan uang” untuk mencari dukungan dari rakyat, baik dari dana pribadi maupun yang bersumber dari berbagai “cukong politik”.
Ada yang melakukan penghambur-hamburan uang tersebut melalui kegiatan pencitraan, seperti beriklan di berbagai media (cetak dan elektronik), pura-pura tidak mau maju nyapres padahal tim suksesnya sudah dikerahkan untuk “berteriak” di media online, membayar dan menyewa lembaga survei, mencetak alat peraga kampanye (baliho, stiker dan lain sebagainya). Ada juga yang menebar pesona dengan langsung memberi bantuan kepada panti-panti asuhan, korban bencana alam, di tempat-tempat ibadah.
Bahkan ada juga yang melakukan sosialisasi diri dengan cara menggelar lomba atau kuis berhadiah. Misalnya, lomba menggambar atau membuat avatar sosok bakal capres yang bersangkutan, dan juga melempar pertanyaan kepada pemirsa melalui sebuah kuis berhadiah di stasiun televisi.
Dan bahkan diduga kuat, sebentar lagi para figur bakal capres tersebut akan melakukan pendekatan langsung ke rakyat dengan menggunakan uang yang tak sedikit, yakni dengan menggelar kegiatan silaturahmi, tetapi ujung-ujungnya adalah bagi-bagi amplop (duit) kepada para hadirin.
Jika semua yang tersebut di atas dilakukan oleh para figur adalah semata untuk pengabdian, tentulah tak jadi soal. Tetapi jika itu dilakukan dan diikuti dengan “kalimat penegasan” agar dapat didukung atau dipilih nantinya sebagai capres, maka hal itu tentulah sebuah “pemaksaan” sekaligus pelecehan terhadap rakyat. Artinya, rakyat jangan lagi diajar dan dipaksa untuk menjadi “pelacur” yang dapat saja dibeli harga dirinya (kedaulatannya).
Silakan memberi, tetapi jangan pernah berharap bisa membeli suara rakyat lagi seperti yang sudah-sudah sebelumnya. Lakukanlah secara cerdas dan dengan cara-cara terdidik serta mendidik, dan bantulah rakyat tanpa harus berharap lebih! Sebab, jika rakyat kembali memilih pemimpin lantaran telah menerima “suap” (money-politic), maka negara ini pun dipastikan kembali dipimpin oleh sosok berotak kriminal.
Akibatnya seperti sekarang ini. Betul, kita mendapatkan pemimpin yang lahir di era reformasi, tetapi lihat saja bagaimana kenyataannya?!? Sungguh jauh dari cita-cita reformasi, malah boleh dikata telah gagal mengubah wajah Indonesia agar menjadi lebih bersih, dan justru membuat wajah Indonesia semakin hitam pekat,--sehitam dan sepekat hatinya???
Syukurlah jika memang rakyat kini mulai sadar dan cerdas, bahwa uang “suap” dari figur yang “minta” untuk dipilih itu sesungguhnya hanya mendatangkan “malapetaka” buat rakyat itu sendiri selama 5 tahun. Olehnya itu, rakyat saat ini benar-benar harus bisa membedakan mana figur yang hanya jago pencitraan, dan mana figur yang benar-benar layak didukung sebagai pemimpin ideal karena berdasar tingkat integritasnya, dan juga “penampakan” konsistensinya yang memang telah dibangun sejak dulu melalui perjuangan dan keberpihakan kepada rakyat, bukan nampak pada saat menjelang Pemilu.
Ini artinya rakyat sudah menyadari, bahwa uang mudah dicari karena itu gampang pula dihabiskan, tetapi mencari pemimpin ideal sangatlah sulit, kalau perlu rakyatlah yang harus berani “membeli” pemimpin ideal tersebut untuk kemajuan bangsa ini.
Dan kondisi kesadaran rakyat yang sangat menggembirakan ini sudah diperlihatkan oleh Warga Desa Pampang, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul. Mereka dengan inisiatif sendiri telah mendirikan dan mengadakan Rumah Cerdas. Kemudian dengan sukarela mereka menamakan “Perpustakaan” tersebut dengan nama; “Rumah Cerdas, DR. Rizal Ramli”.
Tentu saja hal ini adalah sebuah gerakan “Pembuka Perubahan” yang langsung dilakukan oleh rakyat. Mereka tahu, bahwa Rizal Ramli adalah satu-satunya Capres dari non-parpol (Konvensi Rakyat) yang sangat layak didukung agar dapat lahir sebagai pemimpin bangsa karena diyakini mampu mambawa perubahan besar di negeri ini. Sebab, Rizal Ramli sejauh ini memang dinilai telah terbukti mampu merubah (memimpin) dirinya sendiri. Yakni meski hanya sebagai anak yatim-piatu sejak usia 6 tahun, tetapi Rizal Ramli ternyata mampu menjadi tokoh ternama seperti saat ini.
Sehingganya, tanpa harus diberi “uang”, Warga Desa Pampang, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul ini pun menyatakan siap mendukung dan memilih Rizal Ramli dalam Pilpres 2014. Dan tanpa harus beriklan di TV untuk sengaja pencitraan, atau tanpa harus sengaja menyewa lembaga survei, Rizal Ramli pun bisa mendapat dukungan dari rakyat.
Dalam sambutannya saat meresmikan Rumah Cerdas di Gunungkidul tersebut, Rizal Ramli mengajak untuk tidak berputus asa dengan kondisi sulit, dan berharap agar rakyat bisa benar-benar menjadi pemilih cerdas, “Kita ubah Indonesia supaya lebih hebat, lebih cerdas, dan (agar) rakyat (bisa) hidup lebih sejahtera,” ujar Rizal Ramli yang kini bertekad untuk menerapkan ajaran Bung Karno dan Gus Dur jika Tuhan merestuinya menjadi pemimpin melalui suara rakyat dalam Pilpres 2014 mendatang.
Semoga. Amin..!!!!
Semoga. Amin..!!!!
------
*Sumber: Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar